Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Yudho Winarto
NUSA DUA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih harus bekerja keras mencerdaskan masyarakat soal di dunia keuangan, khususnya dunia investasi. Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Dewan Komisioner OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono menyatakan, indeks pemahaman keuangan atau biasa disebut literasi keuangan Tanah Air meningkat sekitar 2% sepanjang tahun ini.
"Tahun lalu indeks literasi keuangan sekitar 21,8%. Tahun ini naik sekitar 2%," ujar Kusumaningtuti, di acara International Seminar on Financial Literacy for Women and SMEs, Selasa (25/11). Asal tahu saja, posisi indeks literasi keuangan Tanah Air ini menempat Indonesia di posisi terendah dibandingkan negara ASEAN lain.
Kusumaningtuti menambahkan, pemahaman tentang investasi masih terendah, dibandingkan pemahaman masyarakat tentang produk perbankan, dan asuransi. "Masyarakat sudah mulai terbiasa dengan menabung. Sedangkan asuransi sudah banyak masuk desa, seperti asuransi pertanian," jelas Tuti.
Itu sebabnya, praktik investasi bodong masih marak. Tahun ini, puncak dari upaya OJK mendidik bangsa, ditempuh melalui rilis Daftar Laporan Mengenai Ratusan Perusahaan yang Diduga Investasi Ilegal. Kusumaningtuti bilang, pihaknya telah mencantumkan daftar 218 penawaran investasi yang tidak memiliki kejelasan izin pada 11 November kemarin. OJK akan terus memvalidasi data tersebut dari waktu ke waktu. "Pencantuman daftar ini sebagai upaya untuk melindungi konsumen sekaligus mengedukasi tentang produk investasi yang benar," tandas Kusumaningtuti.
Daftar ratusan praktik investasi buram ini sudah dipasang di situs http://sikapiuangmu.ojk.go.id/. Ini adalah situs yang OJK luncurkan khusus untuk mengedukasi masyarakat tentang berbagai produk keuangan. Catatan saja, awal November kemarin, OJK merilis daftar 262 penawaran investasi yang tidak mendapatkan izin dari OJK.
Tercatat ada 262 perusahaan atau kegiatan dalam daftar ini yang bergerak di sejumlah bidang semisal investasi uang, valas, online, emas, saham luar negeri, pakaian, pulsa, produk pertanian, produk peralatan elektronik, penanaman modal usaha, perkebunan, dan lain-lain. Tapi, tidak seluruhnya masuk kategori investasi bodong lo.
Sebab, sebanyak 44 perusahaan berada di bawah naungan sejumlah otoritas, seperti Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil Menengah, Badan Pengawas Perdagangan Komoditi Berjangka (Bappebti), Kementerian Perdagangan, dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Selain merilis daftar investasi, OJK berencana membumikan produk investasi. Kusumaningtuti bilang, bulan depan, OJK akan meluncurkan layanan keuangan mikro. Singkatnya, ini adalah layanan satu pintu alias one stop shopping yang bisa diakses seluruh lapisan masyarakat dengan mudah. Nah, produk investasi yang bakal menjadi jagoan OJK agar mudah diterima masyarakat adalah reksadana. Di layanan keuangan mikro ini akan dijual reksadana hanya seharga Rp 100.000. "Reksadana murah ini akan membantu mengedukasi masyarakat tentang produk investasi. Ini memang hal baru tapi secara sistem akan dimungkinkan," tandas Kusumaningtuti.
Layanan keuangan mikro dirancang menyerbu seluruh masyarakat hingga pelosok daerah. Perusahaan investasi bisa bernafas lega. Sebab, ujung tombak layanan keuangan mikro adalah perbankan melalu skema perbankan tanpa kantor atau biasa disebut branchless banking. Sederhananya, bank bakal merekrut ribuan agen untuk menjadi perpanjangan tangan bank di desa. Agen ini dilatih dan mendapat pengawasan dari OJK. Agen inilah yang nantinya menjajakan reksadana murah meriah.
Sejatinya, OJK terus mendidik masyarakat tentang produk investasi lewat sejumlah kampanye. Tahun ini, OJK membuat sejumlah instrumen edukasi semisal bioskop keliling, festival wayang, dan sebagainya. OJK getol mendidik masyarakat tentang investasi melalui Strategi Nasional Literasi Keuangan (SNLK) yang meluncur November 2013. Singkatnya, ini merupakan program yang bercita-cita memperluas akses informasi, akses kepemilikan dan pemahaman masyarakat akan produk dan layanan yang ditawarkan lembaga jasa keuangan.
Sayangnya, setahun berjalan, hanya bank yang gesit merespon program SNLK. Hal ini tercermin dari peluncuran Mobil Literasi Keuangan (SiMolek). Saat ini, sejumlah bank besar sudah mengoperasikan puluhan unit SiMolek ke berbagai daerah terpencil. Jadi, wajar saja kan jika masyarakat lebih mahfum soal produk perbankan ketimbang produk investasi?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News