Reporter: Wahyu Satriani |
JAKARTA. Dua bank papan atas di Tanah Air yakni Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) boleh berbangga diri dengan capaian kinerja tahun 2010 lalu. Dua bank milik pemerintah tersebut meraih laba menjulang, masing-masing Rp 11,47 triliun dan Rp 9,2 triliun.
Namun, BRI dan Mandiri masih memiliki PR besar untuk menyelesaikan kredit macet agar kondisi keuangan mereka sehat dan ideal. BRI misalnya, tahun 2010 lalu, BRI telah melakukan write off alias hapus buku kredit macet senilai Rp 4,96 triliun. Angka ini naik dari tahun 2009 yang hanya Rp 2,5 triliun.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir menuturkan, kenaikan nilai write off tersebut karena banyak debitur BRI yang default sebagai imbas bencana letusan Gunung Merapi. "Nilai yang macet mencapai Rp 244 miliar, terdiri atas kredit usaha rakyat (KUR) Rp 13,5 miliar dan non KUR Rp 230,5 miliar," katanya, Ahad (17/4).
Selain itu, penghapusbukuan kredit macet dari neraca ini ditempuh oleh BRI untuk debitur-debitur yang sudah tidak memiliki prospek perbaikan atau restrukturisasi.
Untuk itu, BRI harus menguras dana ekstra setara nilai write off untuk pos pencadangan kredit macet tersebut. Dalam neraca, pos ini biasa disebut Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
Supaya tidak merugi, BRI mengaku harus terus menggalakkan penagihan kredit macet ke debitur-debitur macet mereka. "Target kami bisa meraih recovery 20%-40% per tahun dari nilai write off," kata Sofyan. Tahun 2010, BRI mengantongi nilai recovery atau tingkat pengembalian dana dari write off senilai
Rp 1,52 triliun.
Tak hanya BRI yang melakukan hapus buku, Bank Mandiri juga melakukannya. Bank beraset terbesar di Indonesia ini menghapus buku kredit macet dari neraca senilai Rp 2,9 triliun. Naik dari nilai write off tahun 2009 yang senilai Rp 2,23 triliun.
Agus Sudiarto, Senior Vice President Special Asset Management Bank Mandiri menjelaskan, langkah write off ditempuh agar kinerja keuangan Mandiri tetap sehat. Kendati untuk itu Mandiri harus menyediakan dana khusus untuk pos pencadangan. Kredit sektor konsumsi menjadi salah satu sumber kredit macet. "Namun, angka persisnya saya lupa," ujarnya.
Menurut Agus, Bank Mandiri akan terus berupaya menagih kredit macet, termasuk menempuh langkah hukum terhadap debitur-debitur macet yang tidak kooperatif. Harapannya, Mandiri mampu meraih recovery kredit macet dalam jumlah maksimal. Tahun lalu, recovery kredit macet Mandiri mencapai sekitar Rp 2,65 triliun.
Terakhir, Mandiri menerima pelunasan utang Garuda Indonesia senilai Rp 1,4 triliun. Mandiri pun berpotensi mengantongi dana pencadangan yang tak terpakai senilai
Rp 1,1 triliun dari pos ini.
Dana ini bisa menambah nilai pendapatan lain-lain di neraca bank, sehingga menyumbang perolehan laba. Jika tidak, bank bisa tetap menempatkannya sebagai provisi, utamanya bagi kredit bermasalah yang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News