Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan masih disumbang dari segmen kredit komersial. Lihat saja, beberapa bank besar antara lain PT Bank Mandiri Tbk mencatat NPL kredit menengah korporasi yang terbilang tinggi. Sampai kuartal II 2018, NPL kredit menengah korporasi perseroan mencapai 10,55% atau naik dari posisi kuartal I-2018 yang sebesar 10,48%.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga mencatat kredit komersial terbilang tinggi sebesar 6,62% per kuartal II-2018, meskipun angkanya menurun dibandingkan periode yang sama di tahun 2017 sebesar 9,28%.
Tak hanya Bank Mandiri dan BTN saja, bank pelat merah lain yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga mengalami kenaikan rasio NPL di kredit komersial. Tercatat per kuartal II-2018 kredit menengah BNI berada di level 2,7%.
Namun, bila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, BNI cukup berhasil menurunkan risiko kredit, terbukti dari NPL yang perlahan menurun dari kuartal I-2018 yang sebesar 3,1%.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, ke depan pihaknya tetap akan mendorong seluruh segmen kredit perseroan sebagai amunisi penggerak bisnis BNI. Bank berlogo 46 itu menyebut, saat ini BNI sudah berhasil menanggulangi risiko kredit di tengah gejolak ekonomi domestik, regional dan global yang belum stabil.
"Pendekatan BNI adalah agresif antisipasif dalam menjaga kualitas aset," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (19/8).
Anggoro menjelaskan, saat ini pihaknya sudah memiliki strategi untuk menahan laju kredit macet. Salah satunya dengan fokus pada segmen BUMN serta sektor-sektor usaha yang prospektif dan punya daya tahan yang kuat menghadapi dinamika lingkungan bisnis.
"NPL akan kami pertahankan di kisaran 2,6%-2,7% dan diarahkan ke level yang lebih rendah lagi," sambungnya.
Sebagai gambaran saja, porsi kredit menengah menyumbang sebesar 15,5% dari total kredit BNI yang mencapai Rp 457,8 triliun atau sebesar Rp 70,78 triliun. Kredit menengah ini tercatat meningkat 8,5% per semester I-2018 dibanding posisi tahun sebelumnya Rp 65,24 triliun.
Bila dirinci, mayoritas kredit menengah BNI masih ke sektor perdagangan, restoran dan hotel atau sebanyak 32,2% dari total kredit menengah. Sektor ini juga mencatatkan NPL paling tinggi yaitu sebesar 4,3% per kuartal II-2018 atau naik dari 3% pada periode tahun sebelumnya.
Sektor terbesar kredit menengah BNI, antara lain manufaktur atau sebanyak 27,2% dari total kredit. Berbeda dengan sektor sebelumnya, kredit komersial BNI ke sektor manufaktur mencatatkan NPL 1,7%, menurun drastis dari posisi semester I-2017 yang sempat menanjak 4,6%.
Melihat potensi yang masih cukup terbuka, bank bersandi emiten bursa BBNI ini menyebut tetap akan ekspansif menyasar kredit komersial. Menurut Anggoro, dengan membidik segmen-segmen yang potensial, pihaknya yakin dapat mengerek porsi kredit segmen ini ke depan.
Sayang, pihaknya masih enggan menyebut besaran rencana porsi portofolio kredit komersial ke depan. "Porsi kredit komersial tetap dinaikkan karena potensinya masih cukup besar di sektor manufaktur, perdagangan, infrastruktur dasar dan turunannya. Serta sektor pertanian dan hasil-hasilnya," ungkapnya.
Sementara itu, PT Bank Mayapada Internasional Tbk mengungkapkan segmen komersial masih menjadi penyumbang terbesar NPL perseroan. Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi menyebut, hampir separuh NPL Bank Mayapada berasal dari segmen tersebut.
Namun, pihaknya menilai sampai saat ini mitigasi kredit segmen ini masih terbilang baik. Tercermin dari rasio NPL net sebesar 2% di semester I-2018.
"Mayoritas kredit kami untuk kredit modal kerja produktif dan tersebar di kredit komersial, korporasi dan UMKM," ujarnya Haryono.
Bank milik taipan Dato Sri Tahir ini mengatakan ketiga segmen ini memiliki NPL yang tidak jauh berbeda alias stabil, di kisaran 4,2% secara gross dan NPL net 2%.
Ke depan, Bank Mayapada memilih untuk terus menggenjot potensi di seluruh segmen kredit. Tentu, dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
"Kami selalu usahakan untuk turunkan NPL dari waktu ke waktu dengan terus berkomunikasi dan cari jalan terbaik bersama nasabah," jelasnya.
Sementara itu, PT Bank Bukopin Tbk justru berniat untuk merekalkulasi eksposur kredit komersial.
Direktur Utama Bank Bukopin Eko R. Gindo menyebutkan untuk tahun ini dan ke depan pihaknya akan fokus di segmen usaha kecil menengah (UKM) dan konsumer yang terbagi menjadi lima sektor besar.
Hal ini sejalan dengan rencana bisnis bank (RBB) perseroan setelah diakuisisi oleh lembaga keuangan asal korea Selatan yaitu Kookmin Bank. Meski tak merinci, Eko menyebut saat ini total portofolio kredit Bank Bukopin ke segmen komersial mencapai 35% dari total kredit hingga paruh pertama 2018. Jumlah tersebut sudah turun dari porsi di tahun 2017 yang mencapai 40%.
"Nantinya kontribusi segmen komersial akan turun, tapi bukan tidak tumbuh. Mungkin komersial akan di bawah 30% porsinya di akhir tahun, segmen yang lain secara keseluruhan mengambil porsi 70% dari total portofolio," ujarnya di Jakarta, Rabu (15/8).
Sebagai tambahan informasi saja, pada semester I 2018 lalu, bank bersandi emiten BBKP ini telah menyalurkan kredit sejumlah Rp 66,8 triliun. Pencapaian ini turun 8,36% dibanding periode yang sama tahun lalu yaitu, Rp 72,9 triliun.
Meski begitu, Eko optimistis dengan masuknya investor baru dan perubahan segmen bisnis yang mengarah ke UKM dan konsumer. Tahun ini Bukopin mampu menggenjot kredit hingga ke level 8% secara year on year (yoy).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News