kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK Dorong Konsolidasi, BPD dan BPR Harus Penuhi Modal Inti Minimum di Akhir 2024


Kamis, 21 Juli 2022 / 17:26 WIB
OJK Dorong Konsolidasi, BPD dan BPR Harus Penuhi Modal Inti Minimum di Akhir 2024
ILUSTRASI. Karyawan melintas dekat logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta. KONTAN/Cheppy A. Muchlis. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah kepemimpinan dewan komisioner yang baru bakal melanjutkan kebijakan konsolidasi perbankan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di bawah kepemimpinan dewan komisioner yang baru bakal melanjutkan kebijakan konsolidasi perbankan melalui peningkatan modal. Setelah bank umum swasta diwajibkan mememenuhi modal inti minimum Rp 3 triliun pada akhir tahun ini, OJK masih harus menangani langkah pemenuhan modal inti Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

BPR diwajibkan memenuhi aturan modal inti sebesar Rp 3 triliun pada akhir 2024. Begitupun dengan BPR diwajibkan memenuhi modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar paling lama di akhir tahun 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, konsolidasi perbankan merupakan keharusan, baik level BPR maupun bank umum. Ia akan konsisten berupaya mengkonsolidasikan perbankan, salah satunya melalui peningkatan permodalan, agar sistem perbankan ke depan lebih efisien.

“Konsolidasi perbankan itu, merupakan suatu keharusan baik level BPR maupun bank umum. Upaya-upaya ke arah sana (konsolidasi) memang sedang kita desain. Kita akan susun semacam dalam roadmap bagaimana konsolidasi itu kita implementasikan,” ujar Dian, Rabu (20/7).

Baca Juga: Bos IKNB OJK Mengimbau Pinjol Ilegal Ajukan Izin, Tanda Moratorium Dicabut?

Ia melihat, konsolidasi perbankan harus dilakukan karena pasar keuangan di Indonesia masih belum efisien. Menurut Dian, ukuran suatu bank sangat penting sehingga OJK akan menggunakan ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun sebagai landasan kebijakan konsolidasi.

Menurutnya, ketentuan terkait modal inti minimum Rp 3 triliun masih menjadi senjata dalam meningkatkan permodalan sekaligus mencapai efisiensi. Adapun upaya ini akan dilakukan secara terukur, sekaligus melihat situasi dan kondisi dari masing-masing bank.

"Kita akan melihat situasi masing-masing bank di lapangan. Di dalam pemikiran kita, ini akan diimplementasikan kepada BPD dan tentu kepada bank-bank dalam segala level. Ini yang nanti saya elaborasi secara mendalam," ucapnya.

Saat ini, masih ada terdapat 11 BPD dengan modal inti di bawah Rp 3 triliun. Adapun bank daerah tersebut diantaranya Bank Lampung, Bank Sulteng, Bank Jambi, Bank Bengkulu, Bank Banten, Bank Sulutgo, Bank Kalteng,  Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Kalsel dan Bank Kalbar.

OJK memberikan keleluasanan bagi BPD melakukan konsolidasi lewat skema Kelompok Usaha Bank (KUB). Lewat skema ini, bank-bank kecil hanya perlu mencari bank yang lebih besar yang bisa dijadikan sebagai inang dan modal intinya cukup minimum Rp 1 triliun.

Adapun jumlah BPR per Maret 2022 mencapai 1.467 bank. Menurut data Infobank Institute, per Januari 2022, masih ada 501 BPR memiliki modal inti di bawah Rp 6 miliar.

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJB) salah satu BPD yang cukup besar. Bank ini sudah ditetapkan sebagai induk dalam skema KUB yang membawahi beberapa anak usaha seperti BJB Syariah.

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan, konsep KUB ini sangat terbuka bagi BPD yang membutuhkan penambahan modal inti. Ia bilang, sudah ada beberapa BPD yang berkomunikasi secara intens dengan perseroan untuk menjadi bagian dari KUB perseroan.

"Namun, namanya belum dapat kami publikasikan, karena masih ada langkah-langkah yang harus ditempuh," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (21/7).

Direktur Bank Sumsel Babel (BSB) Antonius mengakui bahwa permodalan masih menjadi permasalahan sebagai besar BPD karena pemegang sahamnya adalah para pemerintah daerah. Sementara penambahan modal diperlukan agar lebih leluasa mengembangkan bisnis, terutama dalam menghadapi digitalisasi.

"Penambahan modal di BPD relatif susah. Lain halnya dengan bank  swasta yang punya sumber permodalan jauh lebih terbuka. Oleh karena itu, agar akses permodalan BPD jauh lebih terbuka maka bank daerah ini harus jadi perusahaan terbuka agar bisa menggaet investor untuk tambah modal." kata Antonius.

BSB telah memasukkan IPO sebagai altenatif untuk menambaha modal dalam rencana jangka panjangnya. Namun, ia memastikan rencana itu belum akan dilakukan tahun depan.

Sementara, tiga BPD yang modal intinya masih cekak sudah dimasuki pengusaha Chairul Tanjung (CT) yang saat ini juga sudah memiliki Bank Mega dan Allo Bank.

Lewat Mega Corpora, CT menggenggam 24,9% saham Bank Sulteng,  24,08% saham Bank Sulutgo dan telah menyetor investasi Rp 100 miliar di Bank Bengkulu pada akhir 2020. Mega Corpora akan mengkonsolidasi bank-bank di bawahnya dengan skema KUB.

Baca Juga: OJK Siapkan Roadmap Lanjutan Konsolidasi Perbankan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×