Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech peer to peer (P2P) lending menjalankan skema on balance sheet lending. Suatu skema, di mana penyelenggara berperan meminjamkan uangnya kepada nasabah.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, hal itu sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, pada pasal 43 menyebutkan, penyelenggara dilarang bertindak sebagai pemberi dan penerima pinjaman.
“Fintech P2P lending di Indonesia adalah platform yang hanya boleh menjadi perantara antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Platform fintech lending tidak bisa memiliki eksposure kredit dan menghimpun dana publik,” kata Sekar, belum lama ini.
Menurutnya, skema penghimpunan dana tersebut dilakukan oleh fintech P2P lending asal China dan membuka peluang penyalahgunaan dana nasabah, sehingga mengakibatkan banyak perusahaan fintech yang kolaps di sana.
Misalnya, ada platform lending yang menyalahgunakan dana nasabah, maka itu dianggap tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum (KUHP) Pidana, dan diancam hukuman penjara. Sedangkan, penyelenggaran yang menyebabkan perusahaan kolaps, akan diganjar oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan UU Kepailitan, serta merupakan delik aduan dan hanya berhubungan dengan ganti rugi.
Maka untuk mengantisipasi pelanggaran, OJK akan mengawasi bisnis fintech lending yang sudah mengantongi tanda terdaftar dan berizin di OJK. Selain mengawasi, juga tetap fokus mempelajari dan menganalisis model bisnis fintech yang berkembang di dunia global maupun regional.
“Dalam proses pendaftaran ada fase pemeriksaan kelangkapan dokumen, kebenaran dokumen, dan kualitas dokumen yang kemudian dibandingkan dengan realitas pelaksanaan bisnis model para pemohon,” kata dia.
Termasuk di dalamnya kelengkapan terkait standar prosedur yang wajib dipenuhi penyelenggara, yang tujuannya untuk memastikan kualitas dan pengawasan internal perusahaan. Diantaranya memuat standar prosedur pengelolaan kelembagaan, model bisnis, resiko, teknologi platform, penanganan perlindungan konsumen, pencegahan pencucian dan pendanaan kegiatan terorisme.
“Ini merupakan suatu rangkaian penilaian yang dilakukan secara transparan oleh tim, untuk memastikan fintech lending yang legal di Indonesia, merupakan industri yang kuat, sehat, dan bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News