Reporter: Ferrika Sari | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tanda terdaftar dan berizin kepada 50 perusahaan pergadaian di Indonesia. Jumlah tersebut terhitung sampai dengan tanggal 27 Agustus 2018.
Ketua Umum Asosiasi Perkumpulan Perusahaan Gadai Indonesia (PPGI) Harianto Widodo mengatakan, penambahan jumlah pegadaian swasta yang terdaftar dan berizin tidak mempengaruhi bisnis gadai tahun ini. Alasannya, ada faktor eksternal yang justru mempengaruhi penurunan pembiayaan pegadaian swasta hingga semester I 2018.
Hal ini terlihat dari data Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2018, yang menyebutkan bahwa pembiayaan gadai swasta mencapai Rp 240 miliar, atau turun 73% dari tahun lalu yakni Rp 417 miliar. Jumlah itu terhitung berdasarkan pembiayaan dari 22 perusahaan pegadaian swasta yang terdaftar dan 11 pengusaha gadai swasta yang mendapat izin usaha dari OJK.
“Penambahan pegadaian yang terdaftar dan berizin punya pengaruh terhadap bisnis gadai, tapi tidak terlalu signifikan. Karena masyarakat baru mengakses produk gadai dari pegadaian swasta,” kata Harianto kepada Kontan.co.id, Selasa (4/9).
Pergadain swasta cenderung mencari pasar alternatif, untuk bertahan dari kompetisi dengan PT Pegadaian (Persero), diantaranya beroperasi di luar jam kerja dan mengambil nasabah yang belum terjangkau oleh pegadaian milik pemerintah. Keduanya, tetap punya peluang berbisnis gadai karena bunga yang diberikan kompetitif.
Meski demikian, ia memperkirakan pembiayaan pergadaian di tahun ini hanya mampu tumbuh di angka satu digit. Tren pertumbuhan melambat sudah terlihat dari pembiayaan perusahaan gadai di semester awal dan akan dilanjutkan ke semester berikutanya. Sampai dengan Juli 2018, total pembiayaan pegadaian mencapai Rp 39,65 triliun, atau tumbuh 8,6% secara year on year.
“Kalau dilihat pencapai di bulan Juli, pembiayaan hanya tumbuh 8% atau lebih kecil dari pertumbuhan perbankan yang mencapai 11%. Semester berikutanya bakal ada kecendrungan menurun, yang merata di seluruh daerah,” jelas dia.
Perlambatan bisnis gadai tersebut, disebabkan kehadiran produk pembiayaan pengganti yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan financial technology (fintech), multifinance dan program kredit usaha rakyat (KUR) dari pemerintah. Kemudian, juga terjadi penurunan jumlah nasabah terutama di perusahaan gadai kecil, yang hanya menyalurkan pembiayaan di bahwa Rp 1 juta.
Tapi volume pembiayaan pergadain tetap berpotensi tumbuh, meski masih mengandalkan dari produk non emas. Seperti diketahui portofolio bisnis gadai 95% dari produk non emas, sedangkan produk emas hanya 5%. Porsi gadai mas yang rendah, dikarenakan tren harga emas saat ini masih tinggi.
Harianto yang juga menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Pengambangan Produk Pegadaian ini mengaku, telah menyiapkan sejumlah startegi untuk menghadapi gempuran bisnis pembiayaan dari fintech. Strateginya adalah mengeluarkan produk baru dan pengembangan bisnis pembiayaan berbasis teknologi.
“Kami akan meningkat pembiayaan dengan memperluas akses lewat bantuan agen dan pelayanan digital. Kami juga akan secara massif mengeluarkan produk non gadai yang berbasis teknologi serta berkolaborasi dengan pihak lain. Intinya, bisnis gadai semakin kompetitif dan menjadi tantangan untuk ke depannya,” pungkasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News