kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK mencatat 45 dari 152 fintech P2P lending memiliki ekuitas di bawah Rp 2,5 miliar


Minggu, 03 Januari 2021 / 14:19 WIB
OJK mencatat 45 dari 152 fintech P2P lending memiliki ekuitas di bawah Rp 2,5 miliar
ILUSTRASI. Peer to Peer (P2P) Landing. KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui fintech peer to peer (P2P) lending telah paling banyak digunakan oleh UMKM. Regulator mencatat per Oktober 2020, akumulasi pinjaman senilai Rp 137,66 triliun.

Adapun outstanding pinjaman tumbuh 18% yoy menjadi Rp 13,24 triliun. Kendati demikian, OJK menilai perlu peningkatan kapasitas fintech terutama dari sisi permodalan.

Deputi Bidang Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan menyatakan ekuitas telah menjadi perhatian bagi regulator. Ia menyebut pada November 2020 terdapat 152 penyelenggara fintech P2P lending.

“Ternyata 45 penyelenggara itu memiliki ekuitas dibawah Rp 2,5 miliar. Memang boleh dibilang fintech lending itu masih kecil-kecil karena fungsinya sebagai penyelenggara. Bahkan ada yang ekuitasnya negatif, dan ini menjadi perhatian OJK,” ujar Munawar secara virtual belum lama ini.

Oleh sebab itu, berencana memperbesar ketentuan modal inti P2P lending. Hal itu tertuang dalam Rancangan Peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Pada rancangan itu, OJK menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan perizinan dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.

Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan menyatakan ekuitas di industri fintech lending tidak beda dengan perusahaan lain. Ia menyebut modal dasar itu bisa memberuikan keyakinan kepada pengguna bagaimana perusahaan punya modal yang kuat. “Apalagi kalau sektor keuangan. Itu kasih gambaran, itu untuk bisa dipercaya. Jadi ada kebutuhan biaya apalagi start up belum berlaba, atau profit, jadi ekuitas butuh untuk funding setiap hari,” ujar Iwan kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Jumlah situs investasi ilegal yang ditutup pada 2020 lebih sedikit dari 2019

Terkait hal ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai, bisa membuka ruang konsolidasi antar penyelenggara. Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menyatakan, OJK memang mengharapkan adanya penguatan modal seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan industri fintech.

“Kalau dengan pertumbuhan berkualitas butuh komitmen dari para share holder untuk meningkatkan aspek permodalan ini. Pada intinya kami sepemahaman. Mungkin butuh suatu bahan diskusi tahap-tahapan peningkatan modal tersebut karena belum semua penyelenggara berada dalam stage peruttuubuhan yang sama,” ujar Adrian.

AFPI proaktif melihat kemungkinan ruang konsolidasi fintech. Termasuk penggabungan dari beberapa penyelenggara fintech lending. “Jadi sesuatu yang kita buka ruang tersebut dan diskusi dengan OJK. Serta dibuka juga untuk proses konsolidasi. Modal itu penting apalagi di jasa keuangan, modal inti jadi suatu fokus pertumbuhan,” jelas Adrian.

Kendati ada kemungkinan terjadi merger dan akuisisi di industri fintech lending, Iwan menyatakan Modalku belum berminat untuk melakukan kedua aksi korporasi tersebut. Kendati demikian, Ia mengakui Modalku telah memenuhi modal inti yang telah disyaratkan oleh regulator.

Selanjutnya: OJK Menyetujui Restrukturisasi Pinjaman Fintech

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×