kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.159   41,00   0,25%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

OJK Minta Bank Tak Buru-buru Bagi Dividen Demi Waspadai Risiko 2023, Ini Kata Ekonom


Selasa, 27 Desember 2022 / 14:44 WIB
OJK Minta Bank Tak Buru-buru Bagi Dividen Demi Waspadai Risiko 2023, Ini Kata Ekonom
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan tidak buru-buru membagikan dividen dari laba bersih yang diperoleh. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan tidak buru-buru membagikan dividen dari laba bersih yang diperoleh. 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memantau bisnis perbankan  terus meningkat sehingga beberapa bank mampu mencatatkan rekor profit di sepanjang sejarah. 

Ia meminta perbankan untuk tetap mewaspadai risiko yang ada di 2023. Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar perbankan tidak buru-buru bagi dividen dan tetap membentuk pencadangan. 

Baca Juga: Sah Jadi Bank Kustodian, BTN Bidik Dana Kelolaan Rp 12 Triliun

Langkah tersebut sebagai langkah antisipasi menghadapi kondisi yang lebih berat. Sebab, pencadangan tersebut akan mendukung kinerja perbankan di kemudian hari terutama di saat krisis.

Sebagai gambaran, data terakhir Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan penyaluran kredit perbankan berdasarkan jenis penggunaannya mencapai Rp 6.179,45 triliun per Agustus 2022. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 177,80 triliun merupakan kredit yang bermasalah. 

Sedangkan jumlah cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit yang dibentuk oleh industri perbankan mencapai Rp 372,11 triliun. Artinya rasio pencadangan telah melebihi 100%, sehingga total laba perbankan di Agustus 2022 mencapai Rp 134,79 triliun.

Doddy Ariefianto, Ekonom Universitas Bina Nusantara (Binus) menyatakan pembagian dividen merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh perusahaan. Sebab investor mengharapkan keuntungan dari investasi yang ia lakukan. 

Ia  melihat, bank yang memberikan dividen yang besar biasanya juga telah memiliki modal inti yang relatif lebih besar juga dari investornya. Ketika dividen tidak dibagikan, Doddy menilai justru menjadi sebuah pertanda dari kinerja perusahaan itu. 

“Kalau melihat data, pencadangan yang dilakukan perbankan sudah lebih dari 100%, artinya sudah memadai. Tahun depan memang masih penuh tantangan, tapi bank juga sudah punya modal inti,” katanya kepada KONTAN, Selasa (2/12).

Kendati demikian, ia menilai bank tetap harus melakukan pencadangan. Namun perlu peninjauan ulang bila harus mengurangi jatah dividen. 

Seiring itu, manajemen harus mengkalkulasikan jangka waktu shock yang bakal terjadi pada perekonomian tahun depan. Sebab, idealnya tren memberikan dividen itu nilainya tidak naik turun. 

Baca Juga: Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Terangkat Penyaluran Kredit Mikro

Adapun Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyatakan proses pembentukan pencadangan di perbankan idealnya mengikuti ketentuan yang berlaku. Pembentukan pencadangan akan berjenjang sesuai dengan kondisi kolektibilitas kewajiban kredit debitur. 

“Presentasi pencadangan itu, bila dalam kondisi macet maka harus dicadangkan 100%. Namun menghadapi tantangan di 2023, selama bank sudah melakukan pencadangan, maka sudah aman untuk memberi dividen,” ujar Amin kepada KONTAN. 

Ia melihat tekanan kualitas kredit atau non performing loan (NPL) di tahun depan akan bertambah. Sebab, relaksasi restrukturisasi Covid-19 bakal berakhir pada Maret 2023, namun sektor dan daerah tertentu masih diperpanjang hingga Maret 2024. 

“Akan lebih bagus lagi, rasio pencadangan perbankan mencapai 150%. Sedangkan data OJK per Agustus 2022, pencadangan sudah memadai. Bahkan beberapa bank Himbara punya rasio pencadangan hampir 200%,” tambahnya. 

Ia menyebut memang perbankan memiliki strategi masing-masing dalam melakukan pencadangan, menahan laba, dan membagi dividen. Juga tergantung dengan keputusan pemegang saham terkait hal ini. Kendati demikian, ia menyebut sebaiknya 30% untuk pencadangan, 30% untuk laba ditahan, dan 10% lagi baru dibagikan untuk dividen.

Adapun Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan sebagai salah satu bank milik BUMN, Bank Mandiri akan terus berkomitmen dalam mendukung rencana pembangunan, antara lain melalui setoran dividen. Ia menyebut besaran dividen tentunya akan mempertimbangkan dan memperhatikan kebutuhan likuiditas serta permodalan perseroan dalam mengembangkan bisnis. 

Baca Juga: Tahun 2023, BRI Finance Menargetkan Meraup Laba Rp 151,2 Miliar

“Termasuk untuk memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh regulator. Besaran dividen juga merupakan kewenangan pemegang saham dan akan ditentukan serta disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Ia menambahkan, dari sisi pencadangan, Bank Mandiri secara aktif telah membentuk pencadangan yang memadai. Ini dilakukan melalui implementasi manajemen risiko yang optimal untuk mendukung ekspansi bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×