Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kian memperketat pengelolaan investasi dalam industri dana pensiun. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 28/SEOJK.05/2020 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Dana Pensiun.
Beleid itu mengatur, risiko kredit apabila pihak lain gagal membayarkan kewajibannya kepada dana pensiun. Termasuk risiko kredit akibat kegagalan investasi, risiko investasi yang terkonsentrasi pada satu kelompok yang menimbulkan kerugian cukup besar sehingga mengancam kelangsungan usaha dapen.
Guna mengantisipasi hal tersebut, dana pensiun diharuskan mengukur risiko berdasarkan komposisi portofolio, investasi pada pihak terafiliasi, risiko gagal bayar dan faktor eksternal. Pengukuran risiko tersebut menggunakan penilaian kredit, stress testing secara rutin serta mengembangkan sistem pemeringkat internal.
Baca Juga: MTF anggarkan belanja IT dan digitalisasi senilai Rp 50 miliar di tahun 2021
Hal ini dibarengi pengendalian risiko kredit melalui mitigasi risiko, pengelolaan risiko portofolio, penetapan target batasan risiko dalam rencana investasi. Kemudian analisis konsentrasi secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun.
"Dalam pemantauan eksposur risiko kredit, fungsi manajemen risiko harus menyusun laporan mengembangkan perkembangan risiko secara berkala atau saat dibutuhkan termasuk menyampaikan kepada komite manajemen risiko dan pengurus," tulis beleid itu, dikutip pada Rabu (6/1).
Sementara dalam toleransi risiko kredit, dana pensiun harus menetapkan batas persentase portofolio, termasuk persentase surat berharga yang akan ditempatkan dan batas target hasil investasi. Contohnya, batas rating yang ditetapkan invesment grade.
Beleid itu menambahkan, sistem pengukuran risiko harus dievaluasi dan disempurnakan secara berkala paling sedikit satu kali dalam enam bulan atau sewaktu - waktu apabila diperlukan untuk memastikan kesesuaian asumsi, akurasi, kewajaran, integrasi data, serta prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko.
"Dana pensiun yang memiliki surat berharga harus melakukan kaji ulang secara berkala terhadap kondisi, kredibilitas, dan kemampuan untuk membayar kembali penerbit surat berharga. Kaji ulang tersebut harus didokumentasikan dan dilakukan paling sedikit setiap enam bulan," terang aturan tersebut.
Baca Juga: Bank digital hanya wajib punya kantor pusat saja, aturannya tengah disiapkan OJK
Secara umum, dana pensiun harus melakukan stress testing terhadap risiko likuiditas melalui pengujian kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas pada kondisi stres spesifik atau stres pasar. Hal ini disesuaikan dengan strategi pengelolaan investasi sehingga dapat tergambar dengan baik profil risiko likuiditas.
Adapun penentuan limit risiko likuiditas meliputi limit mismatch arus kas baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk limit konsentrasi pada aset liabilitas dan rasio - rasio likuiditas.
Industri pun merespon atas kehadiran aturan baru itu. Seperti, Direktur Eksekutif ADPI Bambang Sri Muljadi yang menyebut, bahwa industri dana pensiun belum pernah mengalami kasus gagal bayar baik kepada peserta maupun pihak lain.
"Belum ada (gagal bayar) kalau adapun hanya Rasio Kecukupan Dana (RKD) bagi Dana Pensiun PPMP yang kurang dari 100%," kata Bambang.
Sebaliknya, kata dia, gagal bayar justru terjadi pada emiten obligasi atau manajer investasi yang mengelola aset atau reksadana milik dana pensiun. Sedangkan peserta yang menyerahkan dananya kepada asuransi jiwa yang tengah hadapi masalah pembayaran, maka restrukturisasi menjadi tanggung jawab pihak asuransi bukan dana pensiun.
Baca Juga: OJK siapkan aturan pengelompokan baru, apa dampaknya bagi perbankan?
Senada, Ketua Umum Perkumpulan DPLK Nur Hasan juga belum pernah mendengar bahwa DPLK mengalami gagal bayar. Menurutnya, selama ini DPLK telah melakukan investasi sesuai dengan ketentuan OJK.
Sementara itu, ia menilai aturan baru ini tidak hanya mengatur mitigasi risiko investasi, tetapi juga mitigasi risiko dana pensiun secara keseluruhan. Kehadiran aturan ini akan membuat industri memiliki pedoman mitigasi risiko sehingga menjamin peserta merasa lebih aman untuk mempercayakan dananya kepada dana pensiun.
"DPLK yang pendirinya adalah perusahaan bank umum dan perusahaan asuransi jiwa, tentunya bisa mendukung implementasi SOJK ini karena implementasinya bisa dilakukan DPLK bersama pendirinya," tutupnya.
Selanjutnya: Hingga November 2020, pinjaman P2P lending sentuh Rp 146,25 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News