Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis berbagai macam aturan baru perihal fintech peer to peer (P2P) lending dalam SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Adapun dalam SEOJK tersebut, terdapat pengaturan terkait bunga hingga penyesuaian pinjaman.
Terkait hal itu, fintech peer to peer (P2P) lending PT Pasar Dana Pinjaman (Danamas) menyambut baik segala peraturan baru yang ada di industri.
Head of Marketing Danamas Gian Carlo Binti mengatakan perubahan tersebut diibaratkan sebagai peluang emas untuk memperbarui dan meningkatkan model bisnis Danamas.
"Kami sadar akan tantangan yang mungkin muncul di awal, tetapi kami optimistis dengan kemampuan kami untuk beradaptasi. Kami percaya bahwa kecepatan dan inovasi yang kami miliki akan menjadi kunci utama dalam menjaga dan bahkan meningkatkan kinerja kami di tahun 2024," ucapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/11).
Baca Juga: OJK Terapkan Beragam Aturan Baru di Industri Fintech, Ini Kata Pengamat
Gian mengatakan Danamas selalu berkomitmen pada standar pinjaman yang berkualitas tinggi. Bagi Danamas, menjaga kepuasan dan kepercayaan klien adalah prioritas utama.
Mengenai target pembiayaan untuk tahun depan, Gian menerangkan Danamas masih dalam proses perencanaan yang mendalam. Dengan demikian, belum bisa membeberkan targetnya. Dia hanya bilang Danamas ingin memastikan bahwa target yang ditetapkan tidak hanya ambisius, tetapi juga realistis dan sesuai dengan kondisi pasar serta regulasi yang ada.
Untuk mencapai target tahun depan, Gian mengungkapkan Danamas menerapkan sejumlah strategi, salah satunya menguatkan lagi teknologi manajemen risiko. Selain itu, Danamas berusaha fokus pada investasi teknologi yang bertujuan untuk mengurangi biaya operasional, sekaligus meningkatkan efisiensi.
"Selain itu, kami juga akan lebih fokus pada sektor-sektor produktif yang berpotensi besar untuk pertumbuhan ekonomi," kata Gian.
Sementara itu, PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk atau Akseleran (AKSL) menilai aturan baru yang dikeluarkan OJK tersebut dinilai tak akan menghambat pertumbuhan.
Oleh karena itu, Group CEO Akseleran Ivan Nikolas tetap optimistis perusahaannya bisa tetap tumbuh dengan aturan baru yang ada. Adapun pada tahun depan Akseleran menargetkan penyaluran pendanaan sekitar Rp 4 triliun hingga Rp 4,25 triliun.
"Nilai itu naik sekitar 33% hingga 40% dari tahun ini yang diproyeksikan akan sekitar Rp 3 triliun," ungkapnya.
Ivan menganggap aturan baru yang dikeluarkan OJK, khususnya soal bunga, dampaknya hanya ke produk dan borrower tertentu, yaitu online merchant yang kecil. Adapun produk utama Akseleran, seperti invoice, hingga inventory financing, bisa dibilang tidak terdampak.
Untuk meraih target tahun depan, Ivan menyatakan Akseleran telah menerapkan sejumlah strategi, yakni melakukan penetrasi pasar lebih luas dengan menggaet borrower-borrower baru.
Baca Juga: Danamas Terapkan Sederet Strategi Agar Peminjam Bertanggung Jawab Kembalikan Pinjaman
Selain itu, dia berharap RPOJK pengganti POJK Nomor 10 bisa keluar segera dan meningkatkan jumlah minimal pinjaman. Dengan demikian, Akseleran bisa menaikkan size pinjaman per borrower. Ditambah Akseleran berusaha meningkatkan otomasi produk-produk tertentu sehingga bisa melakukan asesmen pinjaman dengan lebih efisien.
Di sisi lain, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menilai aturan baru OJK, khususnya pengaturan suku bunga atau biaya manfaat dari pinjol, begitu penting seiring dengan langkah melindungi konsumen. Dia menganggap konsumen akan mendapatkan tawaran bunga yang jauh lebih kompetitif dari platform pinjol.
"Meskipun demikian, penawaran yang lebih kompetitif itu juga harus diimbangi dengan informasi yang sempurna ke masyarakat. Jangan sampai ada biaya-biaya tersembunyi yang menjadikan bunga pinjaman lebih besar berkali-kali lipat," ucapnya kepada Kontan.co.id, Rabu (15/10).
Nailul menambahkan aturan baru itu akan menciptakan ketentuan yang jelas untuk pemain fintech P2P lending yang diterpa isu kartel bunga pinjol oleh KPPU. Dia pun berpendapat perlu adanya evaluasi terkait penentuan suku bunga baru tersebut paling tidak 3 bulan sekali dengan pemangku kepentingan, seperti asosiasi dan pelaku usaha.
"Apakah memang perlu diturunkan atau justru menurunkan penyaluran dana dari investor ritel. Sebab, pada hakikatnya fintech P2P lending memfasilitasi investor ritel yang harus diberikan bunga pengembalian kompetitif," katanya.
Baca Juga: Persaingan Paylater Kian Ketat, Kredivo Buka Akses Kredit Pertama bagi Masyarakat
Nailul menerangkan penyaluran ke borrower khususnya sektor produktif kemungkinan akan susah dengan bunga yang relatif terbatas. Dia berharap dana penyaluran ke sektor produktif bisa didapatkan dari institusi baik perbankan maupun non-perbankan.
Dia juga berpendapat dengan adanya pembatasan yang ditentukan OJK seperti suku bunga dan pinjaman maksimum 3 fintech saja, maka lender ritel akan lebih memilih calon borrower yang lebih rendah risikonya dan kemungkinan ada di sektor konsumtif. Sebab, sektor produktif masih mempunyai risiko paling besar. Berdasarkan hal itu, kata dia, memang sekarang penyaluran ke sektor konsumtif mengambil porsi 60%, sisanya sektor produktif.
"Pembatasan tersebut saya rasa mengurangi risiko itu. Pada saat bersamaan, ya, memang harus dibatasi, tetapi harus dengan sistem. Jadi, ditolak ketika sudah melebihi persentase kesanggupan bayar tertentu. Jadi, dibatasi memakai batasan indikator yang jelas, bisa jadi lebih dari 3 bisa jadi kurang dari 3 fintech," kata Nailul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News