kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

OJK akan Kaji Izin Baru Fintech dari Jenis Pembiayaan, Ini Kata Pelaku Industri


Selasa, 13 Juni 2023 / 17:48 WIB
OJK akan Kaji Izin Baru Fintech dari Jenis Pembiayaan, Ini Kata Pelaku Industri
ILUSTRASI. OJK akan mengkaji dan membatasi pemain baru fintech berdasarkan jenis pembiayaannya.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan akan mencabut moratorium fintech peer to peer (P2P) lending pada tahun ini. Namun, dicabutnya moratorium berpotensi makin banyaknya pemain yang akan masuk dan bisa jadi meningkatkan risiko kredit macet apabila kebanyakan perusahaan tersebut bergerak untuk pembiayaan konsumtif.

Pasalnya, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi sempat menyampaikan mayoritas perusahaan yang sedang dalam pengawasan khusus didominasi fintech lending untuk pembiayaan konsumtif.

Demi mengantisipasi meningkatnya kredit macet yang disebabkan pembiayaan konsumtif, OJK akan mengkaji dan membatasi pemain baru terkait jenis pembiayaannya.

Baca Juga: AFPI: Merger Bisa Dilakukan Perusahaan Fintech untuk Penuhi Syarat Permodalan

"Bahasanya, kami akan mencoba untuk meningkatkan porsi dari yang produktif, itu yang akan jadi fokus kami. Jadi, tidak bisa masuk murni pembiayaan konsumtif seperti yang dahulu, mungkin enggak akan dilanjutkan prosesnya," ucap Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono Gani di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (9/6).

Triyono menerangkan hal tersebut bisa saja tercantum dalam ketentuan yang baru seusai moratorium dicabut.

Adapun sejumlah fintech ikut angkat bicara terkait rencana OJK yang akan mengkaji pemain baru dari jenis pembiayaannya.

Menurut Presiden Direktur Akulaku Finance Efrinal, permasalahan kredit macet banyak terjadi di pembiayaan konsumtif karena porsi pembiayaan konsumtif lebih besar, jika dibandingkan pembiayaan produktif. 

Dia menyebut kualitas piutang dan tingkat kredit macet umumnya dipengaruhi dari kualitas akuisisi, parameter, segmentasi konsumen, scoring, hingga strategi collection. 

"Hal itu berlaku juga untuk produktif, yang mana analisa pembiayaan produksi pastinya lebih dalam dan luas. Sebab, mempertimbangkan banyak aspek dalam hal analisa kreditnya," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (13/6).

Menurut Efrinal, didorongnya rencana pembiayaan produktif adalah lebih untuk meningkatkan skala industri mikro dan UMKM agar bisa naik kelas.

"Secara otomatis akan meningkatkan perputaran ekonomi dan Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, diharapkan sektor mikro UMKM yang tadinya underbank bisa meningkat menjadi bankable," katanya.

Baca Juga: OJK Klaim Ada 3.903 Pengaduan Pinjol Ilegal di Periode Januari-Mei 2023

Sementara itu, Co-Founder & CEO Modalku Reynold Wijaya berpendapat sebagai platform keuangan digital dengan fokus pada sektor produktif, Modalku melihat rencana tersebut sangat membantu. 

Dia menyebut Modalku menyadari pangsa pasar industri fintech di Indonesia masih tinggi sehingga masih banyak segmen UMKM yang perlu didukung melalui akses ke pendanaan. 

"Dari sisi manajemen risiko, dengan adanya pemain fintech lainnya, risiko kredit yang mungkin muncul bisa terbagi ke seluruh pemain, tidak hanya ditanggung oleh satu pemain," ujarnya.

Terkait mengantisipasi gagal bayar, Reynold menerangkan perusahannya menerapkan prinsip responsible lending yang mana melakukan penilaian terhadap UMKM penerima dana dan kemampuan finansial mereka untuk melunasi pendanaan.

"Sebab, kami juga memiliki tanggung jawab kepada pemberi dana yang meminjamkan melalui Modalku. Modalku juga selalu menerapkan mitigasi risiko sebagai langkah antisipasi. Beberapa langkah yang dilakukan untuk mencegah default, yaitu assessment, monitoring, dan collection," kata Reynold.

Adapun CEO AdaKami Bernardino Moningka Vega berpendapat istilah produktif dan konsumtif itu kadang-kadang samar. Jadi, tak bisa dibilang bahwa sepenuhnya kredit macet disebabkan konsumtif. 

"Misal, orang beli handphone itu konsumtif, tetapi sekarang orang memakai juga buat bisnis. Jadi, jangan terjebak dengan istilah konsumtif dan produktif," katanya.

Bernardino menyampaikan sejauh ini pembiayaan 40% disalurkan untuk produktif dan sisanya konsumtif. Meski mengalami kenaikan TKB90 0,01%, dia mengatakan kredit macet AdaKami masih bisa terkendali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×