kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK: Sebanyak 26 perusahaan pembiayaan lakukan restrukturisasi pinjaman ke kreditur


Kamis, 20 Agustus 2020 / 18:05 WIB
OJK: Sebanyak 26 perusahaan pembiayaan lakukan restrukturisasi pinjaman ke kreditur
ILUSTRASI. Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Soloa. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/wsj.


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perusahaan pembiayaan perlu mendapat dukungan dari pihak kreditur untuk restrukturisasi pinjaman yang telah di terima. Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W. Budiawan bilang hal itu guna mendukung dan menjaga tingkat likuiditas perusahaan akibat adanya pemberian restrukturisasi kepada debitur atau nasabah.

“Sampai dengan akhir Juli 2020, terdapat 26 Perusahaan Pembiayaan telah melakukan restrukturisasi pinjaman kepada kreditur. Dengan adanya restrukturisasi tersebut, diharapkan Perusahaan dapat tetap bertahan di tengah kondisi pandemi ini,” ujar Bambang kepada ujar Bambang kepada Kontan.co.id pada Senin (17/8).

Sayangnya Bambang tidak merinci besaran rupiah yang pinjaman multifinance dari perbankan yang telah direstrukturisasi. Ia juga tidak menyebut pelaku multifinance yang telah mengupayakan langkah untuk melonggarkan likuiditas tersebut.

Ia menyebut industri multifinance terus memproses restrukturisasi pembiayaan terdampak Covid-19. OJK mencatat  terdapat pengajuan restrukturisasi sebanyak 4,82 juta kontrak hingga Selasa (11/8). Adapun total oustandingnya mencapai Rp 150,43 triliun dengan bunga senilai Rp 38,03 triliun.

Baca Juga: NPL fintech terus menanjak, AFPI : Industri fintech harus beradaptasi

“Kontrak yang disetujui oleh perusahaan pembiayaan untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4,18 juta kontrak dengan total outstanding pokok Rp 124,34 triliun dan bunga sebesar Rp 31,73 triliun” jelas Bambang.

Lanjut Ia, terdapat permohonan kontrak yang masih diproses sebanyak 350.140 kontrak. Bambang bilang total outstanding pokoknya mencapai Rp 16,34 triliun dan bunga sebesar Rp 3,9 triliun. Sedangkan terdapat 285.405 kontrak yang tidak memenuhi kriteria restrukturisasi. Adapun total outstanding permohonan yang ditolak mencapai Rp 9,75 triliun dengan bunga senilai Rp 2,4 triliun.

Bambang menekankan, restrukturisasi yang dilakukan oleh multifinance terhadap debiturnya perlu dilakukan secara hati-hati. Sebab OJK melihat beberapa hal mulai dari hingga Mei 2020 saja perusahaan pembiayaan memiliki 23,35 kontrak debitur.

“Kemampuan dan kekuatan keuangan masing-masing perusahaan pembiayaan berbeda-beda. Kondisi kesehatan perusahaan pembiayaan perlu dijaga, sehingga restrukturisasi yang diberikan tidak mengakibatkan kegagalan perusahaan dalam membayar atau memenuhi kewajiban kepada kreditur,” tambah Bambang.

Selain itu, OJK mencatat hingga Mei 2020, sumber pendanaan industri pembiayaan bersumber dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri serta surat berharga sebesar Rp 342,87 triliun. Selain itu, perusahaan pembiayaan juga perlu membayar gaji 195.926 orang pegawai.

Baca Juga: Siap-siap! BI sebut kredit kendaraan bermotor ramah lingkungan bakal bebas DP

“Pandemi memberikan dampak secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kinerja perusahaan pembiayaan. Sebelum pandemi terjadi, pertumbuhan piutang pembiayaan pada Februari 2020 masih mencatatkan pertumbuhan positif sebesar sebesar 2,82% yoy dengan nilai outstanding sebesar Rp452,26 triliun dan nilai Non Performing Finance (NPF) Gross terjaga di angka 2,66% dan NPF Netto sebesar 0,43%,” kata Bambang.

Lanjut Ia, setelah adanya pandemi Covid-19, piutang pembiayaan per Juni 2020 turun 8,77% yoy menjadi Rp 406,56 Triliun. Adapun nilai NPF gross meningkat menjadi 5,17% dan NPF Netto sebesar 1,34%. Ia menilai hal ini dikarenakan perusahaan pembiayaan menjadi lebih selektif dalam memberikan penyaluran pembiayaan dikarenakan menurunnya kemampuan membayar debitur.

Selain itu, perusahaan pembiayaan juga perlu segera melakukan respon atas menurunnya kemampuan membayar debitur dengan memproses pengajuan restrukturisasi dari debitur dengan tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati- hatian, manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×