kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

OJK tidak lagi memberikan ijin pembukaan UUS


Kamis, 10 April 2014 / 21:59 WIB
OJK tidak lagi memberikan ijin pembukaan UUS
ILUSTRASI. Rupiah diproyeksi kembali menguat


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tidak lagi memungkinkan untuk memberikan ijin pembukaan unit usaha syariah (UUS) bank umum konvensional yang baru.

Direktur Direktorat Penelitian, Pengembangan, Pengaturan dan Perijinan Perbankan Syariah, Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Buchori mengungkapkan, hal ini lantaran pihaknya sedang membahas kajian batas maksimal bank umum syariah (BUS) sebanyak 20 sampai 25 bank pada tahun 2023 mendatang. Ini dilakukan agar pencapaian pangsa pasar perbankan syariah terdongkrak menjadi 15%-20%.

"Kami sekarang tidak memungkinkan lagi memberikan ijin untuk pembukaan UUS, karena saat ini bank umum syariah didorong menjadi BUS. Sekarang kami konsentrasi supaya 23 UUS berubah menjadi BUS," ujar Buchori di Tangerang, Kamis (10/4).

Sebab, sesuai amanah Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank konvensional wajib memisah UUS menjadi BUS paling lambat 15 tahun sejak berlakunya undang-undang tersebut atau bila nilai asetnya telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai aset bank induknya.

Statistik Perbankan Syariah menunjukkan total aset perbankan syariah yang muncul mulai dua puluh tahun lalu melesat, dari Rp 20,88 triliun pada 2005 menjadi Rp 97,51 triliun pada akhir 2010. Per Mei 2011, aset perbankan syariah mencapai Rp 106 triliun.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Jabodetabek Cahyo Kartiko menyatakan, seyogyanya pembukaan UUS masih diperkenankan dengan regulasi yang sama dengan sebelumnya. Mengenai pembatasan yang dilakukan terkait pengelompokan jenis bank berdasarkan besaran permodalan, menurut Cahyo, merupakan suatu tuntutan atas perkembangan bisnis perbankan itu sendiri.

Meski begitu, pihaknya tetap mengharapkan adanya semacam insentif regulasi dengan memberikan regulasi yang lebih ringan dibandingkan rekan-rekan bank konvensional yang terlebih dahulu ada. Cahyo mencontohkan, misalnya besaran pemodalan minimum untuk BUS, UUS dan BPRS, kemudahan dalam pembukaan kantor dan kemudahan dalam pengangkatan direksi serta pejabat eksekutif.

"Sehingga industri perbankan syariah menjadi menarik bagi investor," ucapnya.

Lebih lanjut Cahyo mengungkapkan, pembukaan UUS bagi bank umum syariah merupakan salah satu upaya untuk mempercepat pertumbuhan Bank Syariah di tanah air, selain pendirian BUS dan BPRS.

"Pembukaan UUS sebagai pengembangan dari layanan office chanelling merupakan solusi bagi bank induk untuk menjajaki pendirian BUS baru dari berbagai sisi, baik sisi bisnis, regulasi maupun kesiapan operasional dan permodalan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×