Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya menyampaikan masih ada 12 dari 145 perusahaan asuransi yang belum memiliki aktuaris perusahaan.
Mengenai perkembangannya, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila mengatakan hingga saat ini 12 perusahaan asuransi masih belum memiliki aktuaris perusahaan. Dia bilang jumlah itu masih tetap sama seperti yang disampaikan sebelumnya.
"Namun, progress-nya, sudah ada yang memasukan nama untuk fit and proper test. Kami terus mendorong karena aktuaris itu berperan penting dan aktuaris menjadi salah satu pihak yang juga dilakukan fit and proper test," ungkapnya saat konferensi pers Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (19/4).
Baca Juga: AAJI Optimistis Pendapatan Premi Kanal Bancassurance Bertumbuh pada 2024
Iwan menyampaikan sejak akhir tahun lalu, OJK sudah meminta perusahaan untuk membuat rencana aksi. Dia mengatakan jika perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi, berarti mereka tak memiliki ketentuan dan tidak layak untuk melakukan bisnis usaha asuransi.
Iwan juga menjelaskan 12 perusahaan itu sudah dikenakan surat peringatan dan OJK telah meminta mereka untuk melakukan rencana aksi. Meskipun demikian, dia menyebut 12 perusahaan itu saat ini masih boleh berbisnis.
"Jadi, kami memang dalam surat peringatan itu memang ada timeline-nya. Kami juga tak bisa meminta mereka cepat memenuhi karena tentu ada proses dan ketersediaan," ujar Iwan.
Sebagai informasi, pemenuhan aktuaris tersebut penting bagi perusahaan asuransi, lantaran salah satu langkah yang harus ditempuh, khususnya dalam rangka implementasi PSAK 117 (yang sebelumnya disebut PSAK 74), yang mana peran aktuaris akan sangat penting dalam berbagai lingkup bisnis perusahaan.
Baca Juga: Simas Insurtech Targetkan Pendapatan Premi Asuransi Kendaraan Rp 250 Miliar pada 2024
Adapun OJK menyatakan kepada perusahaan asuransi untuk memastikan memiliki aktuaris dalam perusahaan asuransi sendiri. Hal itu sudah diatur di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perasuransian (UU 40/2014) dan Peraturan OJK (POJK).
Pada Pasal 17 ayat (1) UU 40/2014 tercantum bahwa perusahaan perasuransian wajib mempekerjakan tenaga ahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangka memastikan penerapan manajemen asuransi yang baik.
Dalam Pasal 17 ayat (2), perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yang diselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuai dengan standar praktik yang berlaku mengelola dampak keuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News