Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memberikan rating tetap idAA- terhadap PT Bank Jawa Barat dan Banten (BJB). Selain itu, Pefindo juga tetap memberikan prospek 'negatif' terhadap obligasi VII/2011 yang diterbitkan oleh bank dengan kode saham BJBR ini.
Analis Pefindo, Hendro Utomo dan Dyah Puspita Rini mengungkapkan, profil negatif disematkan kepada BJB lantaran profil kualitas aset perseroan yang lemah dan kinerja profitabilitas yang turun. Selain itu, keterbatasan tim manajemen diperkirakan dapat menghambat usaha BJB untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
"Untuk BJB rating tidak berubah, tetap perlu disampaikan bahwa outlook BJB negatif. Ada situasi saat ini bahwa ada keterbatasan tim manajemen yang menurut kami sedikit banyak menghambat usaha BJB untuk memperbaiki kondisi keuangannya," kata Hendro di Jakarta, Kamis (13/11).
Menurut Hendro, peringkat idAA- BJB mencerminkan posisi usaha yang kuat, pasar captive di wilayah Jawa Barat dan Banten. Selain itu, profil permodalan yang kuat. Namun hal ini dibatasi oleh rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang tinggi dan juga terkonsentrasinya sumber pendanaan.
Sekedar catatan, BJB mengalami problem kredit macet yang semakin parah di kuartal III 2014. Kondisi ini disebabkan melonjaknya kredit macet dalam penyaluran kredit mikro oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) asal Jawa Barat dan Banten tersebut.
Berdasarkan laporan keuangan per September 2014, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) BJB memang meningkat dari 2,46% per September 2013 menjadi 4,14% per September 2014. Jumlah kredit mikro yang disalurkan BJB per September 2014 mencapai Rp 4,79 triliun.
Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar 12,70% secara year on year (yoy) dibanding September 2013 yang mencapai Rp 5,49. Parahnya, penurunan ini juga diikuti NPL kredit mikro BJB yang melonjak drastis dari 8,80 % per September 2013 menjadi 22,10 % per September 2014.
Adapun volume penyaluran kredit BJB di akhir kuartal III 2014 mencapai Rp 48,98 triliun. Jumlah ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 11,67% secara year on year (yoy) dibanding kuartal III 2013 yang mencapai Rp 43,86 triliun.
Sementara itu, NPL kredit komersial BJB pada kuartal II-2014 juga mengalami lonjakan yang mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan keuangan BJB, NPL kredit komersial BJB meningkat dari 7,2% di Juni 2013 menjadi 10,3% di Juni 2014.
Kredit komersial yang disalurkan BJB meningkat dari Rp 6,47 triliun di bulan Juni 2013 menjadi Rp 6,82 triliun di bulan Juni 2014. Dimana pertumbuhan kredit komersial bersumber dari kredit konstruksi yang sumber pengembaliannya berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Sepanjang tiga bulan pertama tahun 2014, NPL BJB pun mengalami peningkatan. Triwulan I-2014, NPL BJBR melonjak menjadi 3,8%. Angka ini meningkat 171 basis poin (bps) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yang sebesar 2,1%.
Lonjakan NPL pada kuartal I-2014 terjadi di semua segmen kredit, kecuali kredit konsumer. NPL kredit komersial bank dengan nama beken Bank BJB ini naik 4,1% menjadi 11,1%. NPL kredit pemilikan rumah (KPR) naik 1,1% menjadi 4,1%. Sedangkan NPL kredit konsumer turun sebesar 0,01% menjadi 0,11%. Pada kredit mikro, NPL tercatat 16,4%, meningkat 10,7%.
Menurut Pefindo, peringkat BJB dapat diturunkan jika perusahaan tidak berhasil memperbaiki kualitas aset dan profitabilitas. "Prospek dapat kembali menjadi 'stabil', jika BJB dapat memperbaiki rasio NPL dan efisiensi usaha secara signifikan dan berkelanjutan," jelas Hendro.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News