kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45845,50   -13,12   -1.53%
  • EMAS1.344.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerapan Skema Student Loan Dinilai Bukanlah Solusi, Ini Alasannya


Minggu, 26 Mei 2024 / 19:38 WIB
Penerapan Skema Student Loan Dinilai Bukanlah Solusi, Ini Alasannya
ILUSTRASI. Schoters, platform bimbingan kuliah ke luar negeri dan bahasa asing, gelar Scholarship Abroad Clinic berupa offline booth konsultasi layanan beasiswa luar negeri untuk pelajar, mahasiswa, pekerja, dan orang tua dengan konsep klinik secara gratis.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga jasa keuangan untuk menyediakan pinjaman khusus bagi mahasiswa atau student loan dengan bunga yang lebih rendah.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap polemik kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ramai diperbincangkan di masyarakat.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa penerapan skema student loan bukanlah solusi. Menurutnya, student loan masih menghadapi beberapa hambatan, salah satunya adalah kepastian mendapatkan pekerjaan setelah lulus perguruan tinggi di Indonesia yang cukup rendah.

"Dengan kondisi tersebut, risiko kredit macetnya besar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka lulusan universitas mencapai 5,18%. Selain itu, persentase penyerapan tenaga kerja lulusan universitas hanya 10,3%. Artinya, tidak semua lulusan perguruan tinggi terserap di pasar tenaga kerja," jelas Bhima.

Baca Juga: BCA Ogah Bikin Student Loan, Lebih Pilih Berikan Beasiswa Mahasiswa

Dari segi bisnis, risiko student loan cukup tinggi. Ada kekhawatiran bahwa tingkat gagal bayar student loan di Indonesia cukup tinggi dan ini akan memengaruhi kinerja lembaga keuangan yang memberikan pinjaman.

Peneliti Center of Digital Economy and SMEs, Indef, Nailul Huda, menilai bahwa skema pembiayaan, termasuk untuk pendidikan, memiliki banyak peminat dan potensinya besar. Namun demikian, menurut Huda, skema ini cukup berisiko karena pangsa pasarnya adalah kelompok underbanked dan unbanked.

"Nafasnya sama seperti student debt di mana memberikan pembiayaan sekolah bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, student debt dibayar ketika sudah lulus dan bekerja, jadi pembayarannya tidak pas ketika masih kuliah. Sementara sekarang, pembayarannya dilakukan saat kuliah. Otomatis, jika mereka masih S1 dan belum berpendapatan, akan berpotensi menjadi kredit macet," ujar Huda.

Huda menyarankan agar skema student loan pemerintah dilakukan setelah mahasiswa mendapatkan pendapatan atau pekerjaan. Itu pun, menurut Huda, perlu ada ambang batas tertentu.

Baca Juga: Ini Kata Bankir Soal Tantangan dalam Menjajaki Penerapan Skema Student Loan

Menurutnya, pembayaran bisa dilakukan secara langsung atau dimasukkan dalam komponen pajak penghasilan mereka.

Senada dengan itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, berpendapat bahwa skema student loan ini bisa saja diterapkan. Namun, menurut Eko, pemerintah harus berupaya serius mengendalikan tingkat inflasi di sektor pendidikan, termasuk untuk uang kuliah.

"Jika biaya kuliah bisa lebih terjangkau, kebutuhan untuk meminjam uang bisa dihindari. Jika tidak bisa dihindari, maka yang harus dipastikan adalah hasil akhirnya, yakni pekerjaan. Saat ini, tingkat penyerapan tenaga kerja lulusan perguruan tinggi masih rendah. Saya khawatir jika ada student loan, banyak yang tidak bisa mengembalikan pinjaman. Itu yang harus benar-benar dihindari," ungkap Eko.




TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Negotiation For Everyone

[X]
×