Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Asabri (Persero) belakangan menjadi sorotan publik. Pasalnya, belum usai kasus fraud PT Asuransi Jiwasraya Tbk, muncul pula kasus fraud Asabri. Kedua perusahaan asuransi pelat merah itu dinilai punya kasus yang sama dengan kesalahan yang sama, yakni salah mengelola dana penempatan di saham-saham lapis 3 (small-cap stocks) alias saham berisiko tinggi.
"Banyak kesamaannya, mulai dari waktu terjadinya, kesamaan pelakunya, kesamaan modusnya, kesamaan emiten-emiten yang dipakai untuk menempatkan investasi saham-saham lapis 3 yang berkinerja buruk," kata Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).
Kendati memiliki kesamaan, Irvan menyebut kasus Asabri lebih sensitif ketimbang Jiwasraya. Hal itu terlebih Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang mengumumkan terlebih dulu kasus Asabri ini. "Ya, implikasi politiknya tinggi karena yang mengumumkan saja Menteri Polhukam bukan Menhan Prabowo. Itu menunjukkan implikasinya tinggi," ungkap Irvan.
Baca Juga: BPK: Investigasi Asabri dilakukan oleh BPKP atas perintah Rini Soemarno
Tak hanya itu, kasus Asabri yang gagal investasi ini berkaitan langsung dengan TNI/Polri sebagai ketahanan nasional di tengah konflik yang memanas seperti di Perairan Natuna. Di tengah isu tersebut, asuransi TNI/Polri justru bermasalah karena asuransi sosialnya mengalami gagal investasi.
"(Jadi) Bukan (hanya) soal kerugiannya, tapi soal anggota TNI Polri yang kesejahteraannya minim dan mereka diperlukan untuk ketahanan nasional," terang Irvan.
Baca Juga: Asabri Menyebut Fluktuasi Pasar sebagai Penyebab Penurunan Investasi premium
Sepakat dengan Irvan, Peneliti Senior dan Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah juga berkata kasus Asabri punya implikasi politik yang besar.
Mengingat nilai kerugiannya yang juga besar. "Menimbang nilainya yang begitu besar, implikasi politik sudah pasti juga besar. Apalagi solusi untuk keduanya menurut saya tidak bisa tidak harus ada bailout dari pemerintah," ungkap Piter.
Sebelumnya diberitakan, Asabri dan Jiwasraya salah mengelola penempatan dana. Kabarnya, portofolio saham milik Asabri anjlok hingga 90%. Kerugiannya pun disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Ditelusuri, penyebab ambruknya kinerja dua BUMN ini karena pengelolaan penempatan dana investasi.
Baca Juga: Menilik Portofolio Saham Asabri yang Tidak Layak Jadi Pilihan premium
Baik Jiwasraya maupun Asabri, sama-sama tersandung saham berisiko tinggi. Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5%. Sementara Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.
Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Asabri Lebih Sensitif dan Punya Implikasi Politik yang Tinggi"
Penulis : Fika Nurul Ulya
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News