Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penyaluran kredit perbankan ke sektor hijau dan sektor berkelanjutan alias Environment, Social, Governance (ESG) di Indonesia memiliki potensi yang besar dibandingkan negara lain, mengingat kebijakan pemerintah yang mendorong transisi energi demi mencapai target Net zero emission pada 2060 serta memitigasi risiko perubahan iklim besar.
Sama dengan tahun lalu, industri perbankan juga akan terus mendorong kebijakan tersebut dengan penyaluran kredit ke sektor hijau maupun ESG pada tahun 2024.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya, bank swasta terbesar di Indonesia ini menargetkan portofolio kredit ke sektor hijau maupun ESG dapat tumbuh sekitar 8% secara tahunan (year on year/YoY) pada tahun 2024.
Baca Juga: Perbankan Mulai Tawarkan Paylater Berbunga Lebih Rendah dari Fintech
Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja mengatakan, selain menyalurkan kredit ke sektor hijau, bank juga perlu melakukan mengedukasi nasabah korporasinya sehingga mereka memiliki wawasan terkait kredit sektor hijau.
"Itu karena ada kepentingan bagi mereka sendiri (korporasi), untuk sektor Small Medium Enterprise (SME) masih belum comply terhadap ESG, tapi kita dukung secara penuh untuk terus dikembangkan," kata Jahja belum lama ini.
Tahun 2023 lalu, BCA menyalurkan kredit ke sektor-sektor berkelanjutan sebesar Rp202,6 triliun per Desember 2023 atau tumbuh 10,6% YoY. Angka pertumbuhan tersebut berada di atas pertumbuhan yang ditargetkan sebelumnya yakni 9%. Adapun portofolio kredit hijau BCA memiliki porsi sebesar 24,8% dari total portofolio kredit BCA tahun 2023 lalu.
Capaian tersebut salah satunya ditopang oleh penyaluran kredit ke sektor kendaraan bermotor listrik yang naik hampir 4 kali lipat secara tahunan, yakni mencapai Rp1,3 triliun.
Sebagai bentuk diversifikasi pembiayaan berkelanjutan, BCA juga berinvestasi pada obligasi/sukuk hijau sebesar Rp1,6 triliun, atau naik 332% YoY.
“Komitmen BCA mengedepankan nilai-nilai ESG diperkuat melalui inisiatif perhitungan carbon footprint yang dihasilkan dari seluruh kegiatan operasional perseroan, sebagai basis untuk upaya penurunan emisi karbon," kata Jahja Setiaatmadja.
Jahja merinci, sepanjang 2023 BCA diestimasikan telah mengurangi emisi sekitar 3.000 ton CO2 melalui pengolahan 588 ton limbah operasional, digital banking, hingga implementasi gedung ramah lingkungan.
Baca Juga: Ini Proyeksi Analis Soal Laba Bersih Bank Besar untuk Tahun Buku 2023
Sementara itu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) juga menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit hijau (green loan) yang terus berkelanjutan. Adapun upaya BNI untuk mendorong segmen kredit ini yakni dengan menetapkan insentif keringanan bunga khususnya untuk 4 kategori green loan seperti energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, bangunan berwawasan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Direktur Risk Management David Pirzada mengatakan, pihaknya juga telah melakukan berbagai inisiatif sebagai first mover implementasi ESG pada sektor perbankan.
"Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah dengan menetapkan target Net Zero Emission (NZE) aktivitas operasional BNI pada 2028 dan pembiayaan pada tahun 2060. BNI akan mendorong sejumlah inisiatif baik dari sisi operasional maupun pembiayaan," kata David.
Dari sisi operasional, BNI telah melakukan perhitungan emisi scope 1, 2, dan 3 baik di kantor pusat, kantor wilayah, dan kantor cabang sesuai standar Greenhouse Gas (GHG) Protocol. Untuk usaha penurunan emisi, BNI akan meningkatkan upaya efisiensi energi sampai ke level wilayah dan cabang serta memperbaiki proses waste management untuk mengurangi waste to landfill.
Pada tahun 2023 lalu, penyaluran kredit hijau BNI mencapai Rp67,9 triliun atau tumbuh sebesar 13,6% YoY. Di sisi lain, BNI berhasil mengoptimalkan penyaluran green bond sebesar Rp 5 triliun ke sektor energi terbarukan, transportasi ramah lingkungan, pengolahan sampah, bangunan berwawasan lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam.
Dalam penyaluran green bond tersebut, BNI telah berhasil memberikan kontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, memproduksi energi bersih, menghemat energi, mendaur ulang sejumlah limbah, serta memelihara keberlanjutan sumber daya alam.
BNI juga memiliki perhatian khusus pada risiko transisi yang dihadapi debitur dan telah menerapkan Sustainability Linked Loan (SLL) untuk mendorong pelaksanaan prinsip ESG termasuk di dalamnya transisi energi debitur. Sampai dengan 2023, BNI telah menyalurkan SLL senilai Rp4,6 triliun.
Baca Juga: Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan Bakal Semakin Meningkat
Di sisi lain, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menilai meski kredit ke sektor hijau memiliki potensi yang besar, namun ada beberapa tantangan yang dihadapi perbankan, salah satunya adalah demand atau permintaan kredit segmen ini yang masih terbatas. Pasalnya masih kurangnya awarenes dari para pelaku usaha atau korporasi terkait ESG.
Bank Mandiri sendiri menyalurkan kredit ke sektor hijau maupun ESG salah satunya melalui kredit sindikasi. Direktur Corporate Banking Bank Mandiri Susana Indah Kris Indriati mengatakan tahun 2024, kredit ke sektor yang berbasis berkelanjutan seperti green loan dan sustainability linked loan, ataupun pembiayaan pada proyek-proyek EBT akan semakin berkembang.
"Kami memperkirakan, baik itu jumlah dan volume, pembiayaan secara sindikasi yang berbasis keberlanjutan dan mengedepankan prinsip-prinsip ramah lingkungan di Indonesia akan terus tumbuh di masa yang akan datang," kata dia kepada Kontan.
Indah menyebut Bank Mandiri juga akan terus berupaya untuk tetap memberikan solusi-solusi pembiayaan yang beragam dan lebih sesuai dengan kebutuhan nasabah, termasuk pembiayaan berbasis keberlanjutan (ESG).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News