kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Per Mei 2019, NPF fintech diangka 1,57%


Rabu, 17 Juli 2019 / 16:50 WIB
Per Mei 2019, NPF fintech diangka 1,57%


Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tingkat rasio kredit macet (NPF) industri fintech peer to peer (P2P) lending meningkat signifikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, rasio Non Performing Financing (NPF) fintech menembus angka 1,57% per Mei 2019.

Padahal rasio NPF pada Mei tahun lalu masih di posisi 0,64%. Peningkatan rasio kredit tersebut dibarengi dengan kenaikan jumlah pinjaman fintech yang disalurkan ke masyarakat. Tercatat, per Mei 2019, pinjaman yang disalurkan sebesar Rp 8,31 triliun atau meningkat bila dibandingkan dengan Mei 2018 sebesar Rp 6,16 triliun.

Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, bahwa peningkatan NPF itu masih dalam batas wajar. Secara umum, rasio NPF industri P2P lending merupakan risiko dari para pemberi pinjaman (lender) bukan platform fintech. Maka itu mereka mesti siap untuk mengantisipasi risiko pinjaman yang disalurkan kepada debitur..

"Naik turun merupakan hal yang wajar dan sekaligus menjadi bukti bahwa fintech lending aktif masuk membiayai sektor sektor UMKM yang unbankable dan underserved dengan durasi jangka pendek. Selain itu pergerakan TWP juga menunjukkan bahwa semua teknologi algoritma dari 113 fintech lending Indonesia telah berfungsi," ujar Hendrikus kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).

Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmoko otoritas bersama Asosiasi Pendanaan Fintech Bersama Indonesia (AFPI) telah menyiapkan strategi untuk mendukung credit scoring penyelenggara sehingga lender dapat menilai resiko dan kualitas penyaluran kredit . Di antaranya dengan membangun pusat data fintech lending (Pusdafil).

"Code of conduct dari AFPI tidak membolehkan perusahaan fintech lending untuk mengakses daftar kontak, daftar telepon, galeri, maupun pesan singkat, maka Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) yang dibangun oleh OJK bersama AFPI membantu proses pengukuran risiko kredit ini,"ujar Sunu kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).

Sebagai informasi, Pusdafil bakal memuat informasi terkait calon peminjam yang terindikasi melakukan penipuan (fraud), terlambat membayar pinjaman, dan meminjam di lebih dari satu perusahaan fintech lending. Peningkatan kualitas catatan kredit ini diperkirakan bakal turut menumbuhkan industri ini.

PT Kredit Pintar Indonesia hingga pertengahan Juli, penyalurannya sudah mencapai Rp 4 triliun dengan jumlah pinjaman sebanyak 3 juta kali. Vice President of Business Development Kredit Pintar Boan Sianipar mengatakan, pencapaian ini didorong oleh adanya pinjaman berulang dari penggunanya.

Kredit Pintar mulai menyasar segmen produktif dengan menyasar pembiayaan kepada para petani. Secara risiko penyaluran pinjaman ke petani lebih besar dibandingkan pinjaman multiguna. Oleh sebab itu, Kredit Pintar menyiapkan berbagai strategi untuk mempertahankan rasio tingkat keberhasilan 90 hari (TKB90).

“Pertama dengan pinjaman berskema tanggung renteng untuk memperkecil risiko. Teman sesama anggota akan menjadi mengingat bila terlambat atau menunggak. Kedua, kita melakukan verifikasi tambahan secara manual atau offline. Kita datangi rumahnya dan lakukan KYC disana,”ujar ujar Boan Sianipar kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).

Menurut Boan, Hingga saat ini, TKB 90 Kredit Pintar masih 100%. Artinya semua pinjaman yang telah disalurkan kepada peminjam atau borrower kembali kepada pemberi pinjaman atau lender.

Adapun lender dari Kredit Pintar yaitu Super Lender. Super lender adalah ada satu perusahaan besar yang jadi lender di Kredit Pintar. Namun Boan enggan menyebut perusahaan tersebut.

“Tahun ini kita harap jumlah pinjaman bisa bertumbuh sesuai dengan skala pertumbuhan fintech. Kalau sebut angka mungkin tidak cocok, karena kita tidak ingin memaksakan kredit kepada orang yang tidak membutuhkannya,”ujar Boan Sianipar.

Kredit Pintar menargetkan penyaluran tahun ini sebesar Rp 4,4 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Kredit Pintar kerja sama dengan partner-partner untuk menyediakan akses ke kredit bagi yang membutuhkan.

Sementara itu, PT Mitrausaha Indonesia Grup atau Modalku menyiapkan langkah untuk menekan bayar gagal pinjaman dengan nominal besar. Co-founder and Chief Executive Officer Modalku Reynold Wijaya Modalku mengaku memang banyak permintaan pinjaman lebih dari batas maksimal sebesar Rp 2 miliar.

Namun, pinjaman yang diminta oleh para pelaku usaha kecil dan menegah (UKM) lewat produk invoice financing mentok di angka Rp 2 miliar. "Modalku cukup percaya diri dalam memitigasi risiko, jika semakin besar pinjaman, maka Modalku harus semakin strict," ujar Reynold kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7). Adapun saat ini TKB90 dari Modalku berada di angka 99,19%

Sampai Juni 2019, Modalku telah menyalurkan sebesar Rp 7,08 triliun di tiga negara baik Indonesia, Singapura, dan Malaysia. Nominal ini tumbuh 77% secara year to date (ytd) dari 2018 lalu sebesar Rp 4 triliun.

Sementara itu, untuk jumlah pinjaman yang disalurkan Modalku di Indonesia sudah mencapai Rp 4 triliun hingga paruh pertama 2019. Nilai ini meningkat signifikan sebesar 81,82% secara ytd dari pencapaian Desember 2018 yang sebesar Rp 2,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×