kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

YLKI: Penyedotan data pribadi masih sering dikeluhkan nasabah fintech


Selasa, 16 Juli 2019 / 18:01 WIB
YLKI: Penyedotan data pribadi masih sering dikeluhkan nasabah fintech


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) saat ini tengah menaruh perhatian khusus terhadap operasional financial technology (fintech) khususnya peer-to-peer lending. Hal ini karena maraknya fenomena pinjaman online (pinjol), khususnya pinjaman online ilegal yang ‘menyedot’ data pribadi nasabah.

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI mengatakan hal ini tidak lepas dari rendahnya indeks literasi dan indeks keberdayaan konsumen (IKK) nasional. Di era yang serba digital ini, lanjut Tulus, kesadaran literasi konsumen Indonesia masih tergolong rendah.

Saat ini, tingkat IKK Indonesia masih berada di level ‘mampu’. Tingkatan ini lebih baik dari tahun 2018 yang masih berada di level ‘paham’. Masih butuh dua tingkatan lagi agar IKK nasional masuk ke level yang paling tinggi, yakni ‘kritis’ dan ‘berdaya’.

Baca Juga: Prospek bisnis fintech multiguna diperkirakan makin cerah tahun ini

“Beda dengan Negara-negara Eropa dan Amerika yang sudah berada di level tinggi dimana konsumennya sudah sangat berdaya,” ujar Tulus dalam seminar 'Mencari Format Fintech yang Ramah Konsumen' di Main Hall BEI, Senin (16/7)

Tulus menambahkan, banyak konsumen yang tidak membaca syarat dan ketentuan yang berlaku saat melakukan pinjaman lewat fintech. Akibatnya, konsumen tidak sadar bahwa data pribadinya digunakan sebagai jaminan. 

“Mereka bukan hanya menyadap nomor telpon, email, atau alamat tetapi juga bisa menyadap video, foto, dan segala macam yang dapat disebarkan sebagai jaminan,” ungkap Tulus.

Baca Juga: LinkAja siap kejar 40 juta pengguna sampai akhir tahun

Hal ini kemudian diperparah dengan masih minimnya undang-undang perlindungan data pribadi. Pemerintah juga terkesan melakukan pembiaran terhadap pinjaman online ilegal. “Ini tugas OJK untuk terus melakukan pemblokiran agar pinjaman online ilegal ini tidak berkeliaran terus,” ujarnya.

Pada tahun 2018, pengaduan terhadap pinjaman online menempati peringkat ketiga aduan terbanyak dengan jumlah aduan sebanyak 81. Peringkat pertama diduduki aduan terhadap bank sebanyak 103 aduan, disusul perumahan sebanyak 98 aduan.

Untuk itu, YLKI mengimbau konsumen agar berhati-hati saat melakukan pinjaman online. YLKI juga mendorong agar pemerintah menyediakan regulasi mengenai Perlindungan Data Pribadi (PDP)

Baca Juga: Pengguna dompet digital DANA sudah tembus lebih dari 15 juta orang

Tidak hanya di Indonesia, isu perlindungan data pribadi di era digital sebenarnya menjadi perhatian khusus di lembaga konsumen internasional. Untuk diketahui, YLKI merupakan anggota dari Consumers International di London. 

“Ada 255 lembaga konsumen dari 120 negara yang baru mengadakan konferensi di Portugal dan isu ini (perlindungan data pribadi) menjadi isu bersama,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×