Reporter: Andri Indradie | Editor: Test Test
JAKARTA. Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) terkait Giro Wajib Minimum (GWM) terus menuai reaksi dari Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas). Sigit Pramono, Ketua Umum Perbanas, menilai, kebijakan baru BI akan memunculkan pertentangan.
Sebab, Sigit bilang, kebijakan baru BI di satu sisi mendorong bank agar deras mengucurkan kredit mereka. Namun, di sisi lain memperketat likuiditas. "Kebijakan ini bisa membingungkan pasar dan pelaku (perbankan). BI sebenarnya ingin mendorong kredit atau menekan kredit?" kata Sigit kepada KONTAN, akhir pekan lalu.
Menurut dia, mengaitkan GWM dengan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) alias loan to deposit ratio (LDR) bisa menggambarkan dua tujuan yang saling bertentangan. Pertama, BI ingin mengendalikan inflasi dengan mengurangi likuiditas lewat kenaikan GWM primer dan penerapan GWM-LDR.
Kedua, dengan aturan GWM-LDR, BI ingin bank lebih agresif menyalurkan kredit mengingat rasio kredit terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah dan trennya menurun. Masalahnya, pengurangan likuiditas dinilai malah bisa berdampak pada penekanan terhadap kredit lantaran likuiditas diperlukan bank untuk penyaluran kredit.
Sigit mengakui, perbankan masih menjadi aktor utama yang disalahkan jika sektor riil tidak bergerak lantaran pengucuran kredit bank masih rendah. Untuk itu, Sigit meminta BI tegas dalam menerapkan kebijakan barunya agar tak terkesan bertentangan di satu sisi. "Bisa-bisa malah dinilai kontradiktif dan menghambat kredit," tegas Sigit.
Lebih lanjut, Sigit juga meminta BI sebagai regulator perbankan lebih kuat dan independen. BI diminta jangan terlalu merespon tekanan pasar jangka pendek atau tekanan dari luar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News