Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Risiko pelemahan mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada beberapa bulan terakhir tidak berdampak besar pada industri perbankan. Industri ini memiliki modal yang kuat dalam menyerap risiko.
Kepala Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS, Dody Arifianto, menyampaikan perbankan Indonesia tahan guncangan karena didukung modal besar. Apalagi sebagian besar modal baru merupakan modal inti (tier I). Berdasarkan data LPS, saat ini rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan 18,4% dan modal tier I mencapai 16,7%. Doddy menambahkan, salah satu yang harus diwaspadai perbankan adalah kekeringan likuiditas. Sebab loan to deposit ratio (LDR) atau rasio intermediasi perbankan sudah mencapai 89,1%.
Direktur Keuangan Bank Mandiri, Pahala Nugraha Mansury, mengklaim sejauh ini rasio modal Mandiri masih kuat di kisaran 15,7%, sehingga belum ada rencana memupuk modal. Perseroan memprediksi, sampai tiga tahun mendatang rasio penurunan modal hanya 0,5% per tahun, dengan rata-rata pertumbuhan kredit 20% dan rasio dividen 25% per tahun. "Rasio modal sampai akhir tahun menjadi 15%. Level itu masih cukup aman," kata Pahala.
Selain menjaga rasio permodalan, Bank Mandiri juga akan menjaga kondisi likuiditas agar tetap mampu mengucurkan kredit. Bank Mandiri akan menyerap dana-dana jangka panjang, seperti deposito tenor 6 bulan sampai 12 bulan.
Demi menarik dana-dana tersebut, Mandiri melakukan penyesuaian bunga untuk nasabah dengan simpanan tinggi. "Pemberian bunga 5,5% untuk nasabah tertentu," kata Pahala.
Direktur Keuangan Bank Danamon, Vera Eve Lim, mengaku pihaknya belum berencana menambah modal, sebab CAR masih 18,7%. Namun, bank ini berencana menerbitkan obligasi pada semester II-2013 jika kondisi pasar memungkinkan.
Penerbitan obligasi ini untuk membiayai kredit konsumer, khususnya otomotif. "Penerbitan obligasi akan dilakukan anak usaha, Adira Finance," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News