Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan suku bunga tinggi berdampak pada penurunan rasio profitabilitas perbankan. Hal tersebut tercermin dalam rasio Net Interest Margin (NIM) perbankan yang menurun pada Juni 2024.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio NIM perbankan per Juni 2024 tercatat di level 4,57%, menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang berada di level 4,80% dan posisi akhir tahun 2023 yang sebesar 4,81%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa tingginya suku bunga acuan telah meningkatkan bunga simpanan perbankan selama setahun terakhir.
Hal ini menjadi salah satu penyebab tergerusnya NIM. Bank juga belum sepenuhnya meningkatkan bunga kreditnya. Beberapa sektor, seperti modal kerja dan konsumtif, justru mengalami penurunan suku bunga kredit dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga: Daftar Saham Unggulan Analis dan Proyeksi IHSG untuk September 2024
Meskipun NIM menurun, profitabilitas perbankan masih terjaga dengan rasio return on asset yang berada di level 2,56% pada Juni 2024, meskipun juga turun dari 2,73% pada periode yang sama tahun lalu.
Beberapa bank besar seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengalami penurunan NIM. Pada semester I-2024, BMRI mencatat NIM sebesar 5,09%, turun dari 5,56% pada periode yang sama tahun lalu.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri (BMRI) Sigit Prastowo mengatakan, dalam menjaga profitabilitas di tengah tantangan suku bunga tinggi, Bank Mandiri terus menjaga biaya dana dengan mendorong pertumbuhan CASA baik dari sisi giro dan tabungan hingga mencapai level 79,7% per Juni 2024.
Adapun strategi tersebut disebut Sigit ditopang dari akuisisi nasabah baru maupun pendalaman ekosistem nasabah dengan optimalisasi dari platform digital Kopra, Livin' dan Livin' Merchant.
"Selain itu kami juga terus melanjutkan loan repricing secara selektif. Terutama pada portofolio kredit korporasi yang suku bunganya mengacu kepada suku bunga acuan," ucap Sigit kepada kontan.co.id, Jumat (30/8).
Namun demikian, pihaknya berpendapat bahwa dengan adanya potensi penurunan suku bunga dapat berdampak positif bagi bank Mandiri terutama dari sisi NIM, di mana ada peluang untuk menurunkan biaya dana simpanan secara bertahap dan saat yang sama bank juga berupaya untuk menjaga yield bank tetap stabil.
"Yakni melalui strategi ecosystem driven growth yang ditopang core competence bank Mandiri, yaitu dominasi di market wholesale yang memungkinkan kami untuk mengoptimalkan portfolio kredit di seluruh segmen menyesuaikan dengan kondisi terkini," tambahnya.
Oleh karena itu, BMRI memproyeksikan NIM secara konsolidasi untuk mencapai guidance yang telah di sampaikan yakni di kisaran 5,0%-5,3% untuk tahun 2024.
Sigit menerangkan, sampai dengan semester I-2024, NIM secara konsolidasi tetap tumbuh stabil 5 bps dari Januari 2024 sebesar 5,04%, artinya kata Sigit perusahaan tetap dapat menjaga profitabilitas di tengah kenaikan suku bunga ini.
Baca Juga: Subsidi Bunga KUR di 2025 Susut Jadi Rp 38,28 Triliun, Ini Kata Pemerintah
Setali tiga uang, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga mencatatkan penurunan NIM pada enam bulan pertama tahun ini, di mana BNI mencatat NIM sebesar 4%. NIM tersebut mengalami koreksi 56 basis poin (bps). Hal ini disebabkan kenaikan biaya dana menjadi salah satu penyebab kinerja BNI sedikit landai di semester I-2024.
Walau demikian, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini optimistis NIM BNI bisa lebih meningkat di akhir tahun ini. Sejalan dengan adanya potensi penurunan suku bunga acuan.
“Kami sudah proyeksikan NIM semester kedua BNI pasti akan lebih baik dibandingkan NIM semester pertama BNI,” ujar Novita.
Di sisi lain, menurut Novita pendapatan bunga BNI di periode semester I 2024 lalu sudah sejalan dengan target. Pendapatan bunga itu didorong pertumbuhan kredit. Namun, ia menyadari bahwa tantangan justru dari beban bunga yang dikarenakan adanya kenaikan cost of fund.
Tak main-main, beban bunga yang harus ditanggung BNI pada periode tersebut mencapai Rp 13,1 triliun. Beban tersebut mengalami peningkatan hingga 41,5% secara tahunan (YoY).
“Namun, sejak Juni ataupun Juli, cost of fund relatif lebih terkontrol seiring dengan perbaikan kondisi likuiditas BNI,” ujar Novita.
Tak hanya itu, ia melihat, saat ini BNI terbantu dengan proporsi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimiliki BNI. Hal tersebut terbantu dengan aplikasi Wondr yang mampu mendorong transaksi.
Menurut Novita, hal tersebut membantu NIM BNI bisa naik lebih bagus. Didorong pula oleh pertumbuhan kredit yang lebih baik. “Yang pertama dari membaiknya pertumbuhan dan juga cost of fund yang lebih terjaga,” ujarnya.
Baca Juga: Mengintip Rencana Dividen Bank BUMN Tahun 2025
Sementara Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah menilai, suku bunga acuan yang tinggi menyebabkan adanya tekanan pada NIM akibat biaya dana yang juga meningkat, sementara suku bunga kredit tidak mudah untuk dinaikkan.
Untuk diketahui, margin bunga bersih atau NIM Bank Oke memang susut dari 5,74% per Juni 2023 menjadi 5,58% per Juni 2024.
Menurutnya, jika suku bunga acuan rendah, bank mungkin akan lebih optimis untuk menjaga NIM, karena penurunan suku bunga acuan akan mengurangi biaya dana, sementara penyesuaian suku bunga kredit tidak selalu diikuti oleh penurunan suku Bunga kredit. Selain itu jika suku bunga rendah, maka permintaan terhadap kredit juga akan meningkat.
Bank Oke juga disebut Efdinal telah menyiapkan strategi dalam menjaga NIM berada di level yang aman. Seperti, terus menjaga spread antara bunga yang diterima dari pinjaman dan bunga yang dibayar pada simpanan.
Selain itu, pihaknya juga berupaya mengembangkan portofolio pinjaman yang beragam untuk mengurangi risiko dan meningkatkan pendapatan bunga, misalnya pinjaman konsumer hingga korporasi.
Pihaknya juga menerapkan praktik manajemen risiko yang baik untuk meminimalkan kerugian dari pinjaman yang tidak lancar atau gagal bayar, sehingga memastikan pendapatan bunga tetap stabil.
Pihaknya juga melakukan inovasi produk dengan menawarkan produk dan layanan baru yang dapat meningkatkan pendapatan bunga atau menarik nasabah baru, seperti produk pinjaman dengan bunga yang menarik atau produk tabungan yang lebih kompetitif.
Baca Juga: Pengembang Optimis Penjualan Properti Semakin Semarak Hingga Akhir Tahun
"Kami menargetkan NIM bisa dijaga antara 5%-6% hingga akhir tahun," tandasnya.
Adapun Head of Research LPPI Trioksa Siahaan melihat, menurunnya NIM dikarenakan bank harus mencari likuiditas melalui dana mahal seperti deposito sementara bunga kredit cenderung tetap sehingga membuat NIM menurun.
Menurutnya, bunga perbankan kemungkinan masih akan tetap tinggi bila melihat geopolitik global yang masih tetap memanas, dan NIM perbankan juga diproyeksikan masih akan tetap sama sampai akhir tahun.
"Dalam menjaga NIM di level yang aman, bank harus melakukan efisiensi dan mencari dana murah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News