Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menaikkan batas permodalan bagi perusahaan asuransi agar industri ini makin sehat. Upaya penguatan dari aspek keuangan ini juga berkaitan dengan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi keuangan (PSAK) 74 yang akan diterapkan pada 2025.
Rencana kenaikan modal ini tertera dalam dokumen Matriks Rancangan RPOJK Perubahan atas POJK 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perasuransian yang menyebutkan sejumlah ketentuan tentang permodalan melalui Pasal 12.
Pasal itu mengatur, untuk pendirian perusahaan asuransi wajib memiliki modal disetor sebesar Rp 500 miliar atau meningkat dari ketentuan sebelumnya sebesar Rp 150 miliar.
Baca Juga: Ada Aturan Baru, Allianz Life Siap Pasarkan Produk Sesuai SE OJK tentang PAYDI
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto mengatakan, asosiasi sejalan dengan upaya dari OJK dikarenakan untuk dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan berkelanjutan di masa-masa mendatang, perlu kiranya dukungan permodalan yang kuat, sumber daya manusia yang baik, dengan penerapan tata kelola yang ketat dan manajemen risiko yang efektif.
"Permodalan perusahaan asuransi dan reasuransi sudah mengikuti aturan dalam POJK 67. Pemenuhan batas modal tersebut, membuat tingkat Rasio risk-based (RBC) dan keuangan perusahaan menjadi lebih kuat," kata Bern saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/3).
Namun, kata Bern, ada tantangan bagi tiap perusahaan untuk terus menjaga tingkat RBC, bagaimana mengelolanya dengan baik, sebagai salah satu indikator kesehatan suatu perusahaan asuransi.
"Dalam hal ini, kewenangan AAUI adalah mengingatkan kepada anggota terhadap aturan-aturan/regulasi dalam hal pemenuhan tingkat Kesehatan perusahaan. Mengadakan pelatihan dalam rangka pemenuhan kompetensi dalam menyusun RBC," tuturnya.
Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Bidang Information and Applied Technology Dody Dalimunthe memandang, permodalan di perusahaan asuransi berkaitan dengan posisi ekuitas yang akan menentukan batas besaran risiko sendiri yang dapat ditahan saat menerbitkan polis asuransi.
"Semakin besar ekuitas, maka akan semakin besar juga risiko sendiri yang ditahan, dan risiko selebihnya akan ditempatkan melalui mekanisme reasuransi," ujar Dody kepada Kontan.co.id, Selasa (14/3).
Baca Juga: AJB Bumiputera Mencicil Klaim Kedua Rp 25,84 Miliar
Dody menambahkan, karakteristik risiko makin kompleks, apalagi dengan ditambah risiko investasi. Oleh karena itu, perusahaan asuransi harus memiliki ekuitas yang cukup besar agar memiliki buffer yang cukup dalam menjaga solvabilitasnya.
Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, Direktur Utama PT Zurich Asuransi Indonesia Edhi Tjahja Negara mengatakan, aturan baru itu untuk memperkuat industri asuransi dan hal yang sangat penting untuk mendukung dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, kata Edhi, merupakan tanggung jawab bersama baik dari pelaku usaha dan tentu regulator dalam hal ini OJK sangat berperan dalam memperkuat industri asuransi.
Menurut Edhi, menaikkan batas permodalan merupakan salah satu upaya untuk memperkuat ketahanan industri asuransi dan ini tentu sejalan dengan rencana arsitektur industri asuransi.
"Selain ada berbagai inisiatif lainnya baik dari regulator, asosiasi, dan kami semua sebagai pelaku industri asuransi," imbuhnya.
Adapun, Laurentius Iwan Head of PR, Marcomm and Event Asuransi Astra menuturkan langkah OJK adalah salah satu upaya untuk memastikan agar industri asuransi itu sehat, sehingga konsumen juga percaya pada kinerja asuransi dan lebih aman terlindungi.
"Jika langkahnya untuk memastikan kesehatan dan sustainability industri, tentu rencana ini baik, ya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News