Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso mengatakan, dalam krisis kesehatan saat ini baik pihak pemerintah, perbankan maupun debitur tidak mengetahui durasi dari pandemi ini.
Menurutnya, semakin lama pandemi ini berlangsung maka dampaknya akan meluas dan bisa saja menimpa seluruh sektor. "Jadi krisis ini kuat-kuatan punya pencadangan berapa, kalau virus ini tidak hilang itu yang dikhawatirkan," katanya.
Ia juga mengatakan, menurut analisa perseroan rata-rata debitur UMKM di Bank BRI memiliki ketahanan kas untuk membayar tagihan kredit maksimal selama tiga bulan. Menurutnya, memang diperlukan kebijakan tambahan atau keringanan untuk membantu segmen UMKM. Sekaligus sebagai langkah preventif agar tidak terjadi lonjakan NPL.
"Mayoritas debitur mulai kritis keuangannya di bulan Maret, April, Mei. Kami upayakan restrukturisasi debitur selesai paling lambat akhir Juni 2020," terangya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Royke Tumilaar juga menyerukan bahwa masih ada potensi risiko yang mesti ditanggung pihak perbankan setelah masa berlaku POJK 11 habis. Antara lain kemampuan membayar debitur setelah masa restrukturisasi berakhir khususnya pada segmen UMKM. "Kalau kredit mikro atau UMKM ditunda bunga atau pokok selama enam bulan, apakah sanggup bayar bunga di bulan berikutnya? karena ini numpuk tagihannya," ujarnya belum lama ini.
Baca Juga: Jadi bank jangkar yang menyangga likuiditas? Simak kriteria yang harus dipenuhi
Lebih lanjut, Bank Mandiri juga telah menyampaikan saran ke regulator agar segera dipersiapkan keringanan tambahan pasca Covid-19 berakhir. Keringanan tersebut bisa berbentuk restrukturisasi tambahan atau juga penambahan kredit modal kerja (KMK) bagi debitur yang usahanya belum bergerak normal.
Tentu, dalam peraturan perbankan yang berlaku saat ini, pihak kreditur memang tidak diperkenankan untuk memberikan tambahan kredit bagi kredit yang direstrukturisasi. "Harus ada terobosan dari regulator, terutama kepada perusahaan-perusahaan yang dulunya bagus tapi karena Covid-19 utangnya menumpuk," sambungnya.
Sebagai informasi saja, dalam POJK 11 pihak regulator memang memperbolehkan status seluruh debitur yang direstrukturisasi sesuai POJK 11 masuk kategori kolektibilitas 1 (kol.1) alias lancar. Dalam kondisi normal, debitur yang direstrukturisasi biasanya masuk ke kol.2 sesuai dengan prinsip tiga pilar pembiayaan.
Heru mengatakan, pihaknya tentunya bakal terus memantau kondisi perbankan, bahkan dalam level harian. "Pasti (ada), kami sedang siapkan kebijakan untuk sektor lain," katanya. Ia pun membeberkan, dalam waktu dekat OJK akan mengeluarkan relaksasi Batas Minimum Penyaluran kredit (BMPK) antar Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuannya yakni agar BPR saling membantu kecukupan likuiditas masing-masing perusahaan.
Pun, ke depannya OJK juga akan mempertimbangkan keringanan tambahan terutama pelonggaran mengenai aturan-aturan di Basel 3. "Seperti negara lain kan sudah relaksasi basel 3, sebentar lagi akan kita keluarkan. Terkait dengan likuiditasnya maupun buffer permodalannya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News