kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Perlukah tambahan stimulus pasca pandemi? Begini kata bankir dan OJK


Minggu, 17 Mei 2020 / 18:39 WIB
Perlukah tambahan stimulus pasca pandemi? Begini kata bankir dan OJK
ILUSTRASI. Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah mengeluarkan sederet stimulus kebijakan untuk menopang kinerja sektor perbankan yang tengah terguncang akibat perlambatan ekonomi. Salah satu yang menjadi sorotan tak lain kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memang bertugas untuk mengawasi sektor keuangan termasuk perbankan.

Pasalnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana memang mengatakan ada tiga peningkatan risiko yang terjadi di perbankan. Pertama, risiko kredit terutama di sektor UMKM, risiko pasar, dan juga risiko likuiditas. Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Heru menyebut pihaknya sudah dan akan terus menyiapkan kebijakan yang bersifat antisipasi atau forward looking policy. 

Baca Juga: Jadi bank gagal, salah satu risiko bank pelaksana program pemulihan ekonomi

"Kita tidak ingin terjadi risiko itu, kalau terjadi pun kita ingin minimalisir dampaknya," ujarnya dalam video conference di Jakarta, Jumat (15/5).

Tercatat sampai saat ini OJK sudah mengeluarkan enam kebijakan stimulus di sektor keuangan. Antara lain POJK No.11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019. 

Kemudian, POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019 bagi lembaga jasa keuangan non bank. Ketiga, POJK Nomor 15/POJK.04/2020 tentang rencana dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham perusahaan terbuka. Lalu, POJK Nomor 16/POJK.04/2020 tentang pelaksanaan rapat umum pemegang saham perusahaan terbuka secara elektronik.

Kelima, ada juga POJK Nomor 17.04/2020 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha. Serta POJK Nomor 18/POJK.03/2020 tentang perintah tertulis untuk penanganan permasalahan bank. OJK pun telah merilis dua Surat Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) untuk menyesuaikan kondisi saat ini.

Pertama, Surat KEPP No.S-5/D.03/2020 perihal penyesuaian batas waktu laporan bank dan Surat KEPP No. S-7/D.03/2020 perihal penerapan PSAK 71 dan PSAK 68 dalam kondisi pandemi Covid-19.

Namun, beberapa bankir mengatakan perlu adanya kebijakan tambahan pasca masa pandemi Covid-19 berakhir. Sebab, semisal program kebijakan restrukturisasi yang tertuang pada POJK 11 hanya memberikan waktu keringanan maksimal selama 12 bulan. Tentunya, bankir menilai tidak seluruh debitur dapat secara langsung melakukan aktivitas usaha secara maksimal.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso mengatakan, dalam krisis kesehatan saat ini baik pihak pemerintah, perbankan maupun debitur tidak mengetahui durasi dari pandemi ini. 

Menurutnya, semakin lama pandemi ini berlangsung maka dampaknya akan meluas dan bisa saja menimpa seluruh sektor. "Jadi krisis ini kuat-kuatan punya pencadangan berapa, kalau virus ini tidak hilang itu yang dikhawatirkan," katanya.

Ia juga mengatakan, menurut analisa perseroan rata-rata debitur UMKM di Bank BRI memiliki ketahanan kas untuk membayar tagihan kredit maksimal selama tiga bulan. Menurutnya, memang diperlukan kebijakan tambahan atau keringanan untuk membantu segmen UMKM. Sekaligus sebagai langkah preventif agar tidak terjadi lonjakan NPL. 
"Mayoritas debitur mulai kritis keuangannya di bulan Maret, April, Mei. Kami upayakan restrukturisasi debitur selesai paling lambat akhir Juni 2020," terangya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Royke Tumilaar juga menyerukan bahwa masih ada potensi risiko yang mesti ditanggung pihak perbankan setelah masa berlaku POJK 11 habis. Antara lain kemampuan membayar debitur setelah masa restrukturisasi berakhir khususnya pada segmen UMKM. "Kalau kredit mikro atau UMKM ditunda bunga atau pokok selama enam bulan, apakah sanggup bayar bunga di bulan berikutnya? karena ini numpuk tagihannya," ujarnya belum lama ini.

Baca Juga: Jadi bank jangkar yang menyangga likuiditas? Simak kriteria yang harus dipenuhi

Lebih lanjut, Bank Mandiri juga telah menyampaikan saran ke regulator agar segera dipersiapkan keringanan tambahan pasca Covid-19 berakhir. Keringanan tersebut bisa berbentuk restrukturisasi tambahan atau juga penambahan kredit modal kerja (KMK) bagi debitur yang usahanya belum bergerak normal.

Tentu, dalam peraturan perbankan yang berlaku saat ini, pihak kreditur memang tidak diperkenankan untuk memberikan tambahan kredit bagi kredit yang direstrukturisasi. "Harus ada terobosan dari regulator, terutama kepada perusahaan-perusahaan yang dulunya bagus tapi karena Covid-19 utangnya menumpuk," sambungnya.

Sebagai informasi saja, dalam POJK 11 pihak regulator memang memperbolehkan status seluruh debitur yang direstrukturisasi sesuai POJK 11 masuk kategori kolektibilitas 1 (kol.1) alias lancar. Dalam kondisi normal, debitur yang direstrukturisasi biasanya masuk ke kol.2 sesuai dengan prinsip tiga pilar pembiayaan.

Heru mengatakan, pihaknya tentunya bakal terus memantau kondisi perbankan, bahkan dalam level harian. "Pasti (ada), kami sedang siapkan kebijakan untuk sektor lain," katanya. Ia pun membeberkan, dalam waktu dekat OJK akan mengeluarkan relaksasi Batas Minimum Penyaluran kredit (BMPK) antar Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuannya yakni agar BPR saling membantu kecukupan likuiditas masing-masing perusahaan.

Pun, ke depannya OJK juga akan mempertimbangkan keringanan tambahan terutama pelonggaran mengenai aturan-aturan di Basel 3. "Seperti negara lain kan sudah relaksasi basel 3, sebentar lagi akan kita keluarkan. Terkait dengan likuiditasnya maupun buffer permodalannya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×