Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pertumbuhan simpanan masyarakat di perbankan tercatat kian melambat pada pertengahan Kuartal III-2024. Data Bank Indonesia (BI) mencatat dana pihak ketiga (DPK) di bank hanya tumbuh 6,2% secara tahunan (year on year/yoy) per Agustus 2024 dengan total nilai Rp 8.364,7 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya, DPK bank masih tumbuh di angka 7,7% yoy per Juli 2024 dengan nilai Rp 8.405,6 trliun.
Perlambatan ini sudah terjadi sejak bulan Mei 2024, dimana DPK tumbuh 8,5% yoy. Namun angka pertumbuhannya makin mengecil selama empat bulan berturut-turut, dan bergerak mendekati angka pertumbuhan per Januari 2024 yang hanya tumbuh 5,8% yoy.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya, yang membenarkan adanya perlambatan pertumbuhan DPK yang disebabkan oleh simpanan kelas menengah ke bawah yang menurun.
Baca Juga: Kinerja Lesu, Laba Bersih Bank Mega Turun 32% Jadi Rp 1,72 Triliun per Agustus 2024
BTN mencatat DPK sebesar Rp 373,87 triliun per Agustus 2024, jumlah ini meningkat 16,48% yoy dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 320,95 triliun. Namun sedikit terkoreksi tipis sebesar 0,21% dari bulan Juli lalu yang sebesar Rp 374,67 triliun
"Iya, daya beli memang menurun dan itu berdampak pak semua sektor termasuk di BTN, yang mayoritas penabungnya segmen menengah bawah," ungkap Direktur Distribution & Funding BTN, Jasmin kepada Kontan, Rabu (25/9).
Namun demikian, Jasmin mengatakan kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik pada triwulan II lalu, yakni tumbuh sekitar 5% yang artinya lebih baik dibandingkan negara lainnya.
Ke depan, Jasmin bilang pihaknya akan fokus untuk meningkatkan transaksi retail yang berasal dari transaksi Wholesale banking seperti cash management, virtual account, trade service.
"Kami juga akan fokus pada peningkatan transaksi mesin EDC, MB QRIS, Internet Banking untuk mendorong sumber dana tabungan," ungkap Jasmin.
Baca Juga: Cara Mudah & Syarat Pengajuan KUR BRI Online, Kuota KUR 2024 Sisa Rp 84,4 T
Senada, Senior Vice President Retail Deposit Products and Solution Bank Mandiri, Evi Dempowati membenarkan adanya koreksi simpanan nasabah. Namun dia bilang, terkoreksinya DPK masih dalam porsi yang wajar.
"Menurut hemat kami, terkoreksinya DPK masih dalam porsi yang wajar mengingat penurunan dana berasal dari nasabah korporasi yang memanfaatkan simpanannya untuk kebutuhan perputaran bisnis, yang mana hal ini tentunya berdampak positif pada perkembangan perekonomian di Indonesia," ungkap Evi kepada Kontan, Rabu (25/9).
Evi merinci, total DPK Juli 2024 ini bila dibandingkan dengan posisi Juni 2024 sedikit terkoreksi sekitar 1,3%, sementara untuk dana murah (CASA) terkoreksi sekitar 0,6%. Namun sampai Juli 2024, DPK Bank Mandiri masih terjaga pertumbuhannya sekitar Rp 148 triliun atau tumbuh 11,4% yoy bila dibandingkan posisi Juli 2023. Begitu pula dengan DPK yang bersumber dari dana murah (CASA), pada periode yang tercatat sebesar Rp 141 triliun atau tumbuh 13,6% YoY.
Baca Juga: Perbankan Andalkan Pendanaan Non DPK di Tengah Pertumbuhan DPK yang Lambat
Ke depan Bank Mandiri akan tetap berfokus pada strategi mengoptimalkan dana murah serta fokus pada pemanfaatan dan peningkatan layanan digital multi transaksi yang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas transaksional seperti Livin’ by Mandiri dan Kopra by Mandiri.
"Kami optimis pertumbuhan DPK Bank Mandiri Hingga akhir tahun 2024 akan tetap tumbuh positif sejalan dengan pertumbuhan pasar," ungkap Evi.
Melihat tren perlambatan simpanan di perbankan, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, adanya fenoma makan tabungan dari masyarakat kelas menengah mengingat kelompok masyarakat tersebut cenderung menggunakan sebagian dari jumlah tabungan mereka untuk menutupi kebutuhan sehari-hari karena peningkatan biaya hidup atau stagnasi pendapatan.
"Fenomena ini sering terjadi ketika inflasi meningkat atau daya beli masyarakat melemah.
Kedua, pendapatan masyarakat diperkirakan juga mengalami penurunan karena perlambatan ekonomi atau kondisi yang memburuk di sektor-sektor tertentu, hal ini dapat memengaruhi kemampuan masyarakat untuk menabung," ungkap Josua kepada Kontan, Rabu (29/9)
Baca Juga: Pendapatan Bunga Bersih Naik Pesat, Rugi KB Bank Kian Susut
Ketiga, Josua menyebut terdapat tren peralihan dari simpanan bank ke instrumen keuangan lain seperti surat berharga negara (SBN) atau investasi non-bank lainnya, yang menawarkan imbal hasil lebih menarik dibandingkan simpanan bank tradisional.
Di sisi lain, perlambatan ini masih akan terus berlanjut jika ke depannya dipengaruhi inflasi yang cenderung meningkat, maka masyarakat akan lebih cenderung menggunakan dana simpanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan hal ini akan terus menekan simpanan di bank.
"Selanjutnya, sejalan dengan potensi ruang pemangkasan suku bunga acuan BI kedepannya, maka berpotensi membuat simpanan di bank menjadi kurang menarik karena imbal hasilnya lebih rendah, sehingga masyarakat mungkin akan mencari alternatif investasi lain yang lebih menguntungkan," ungkap Josua.
Baca Juga: Biaya Dana Mahal Tekan Kinerja, BTN Kaji Penurunan Bunga Simpanan
Namun demikian, penurunan suku bunga BI rate diperkirakan akan mendorong aliran modal ke pasar keuangan domestik sehingga berpotensi mendorong peningkatan likuiditas, dan investasi swasta atau pemerintah pun juga diperkirakan akan meningkat sehingga pada akhirnya akan berdampak juga pada peningkatan aktivitas ekonomi Indonesia sedemikian sehingga berpotensi menjaga pertumbuhan laju tabungan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News