Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pemerintah bersama regulator perbankan saat ini sedang membahas peraturan pemerintah (PP) terkait dengan besaran premi pendanaan program restrukturisasi perbankan.
Ketetuan mengenai PP ini tertuang dalam pasal 39 ayat 4 UU No 9 2016 mengenai Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Nantinya dalam PP ini akan diatur besaran premi, perhitungan dan awal pemberlakuannya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga pelaksana program restrukturisasi perbankan sesuai UU PPKSK menyarankan agar besaran premi ini didasarkan pada total aset perbankan.
Fauzi Ichsan, Kepala Eksekutif LPS mengatakan, di luar negeri perhitungan premi restrukturisasi perbankan dihitung berdasarkan aset bank.
“Logikanya biaya resolusi lebih ditentukan berdasarkan seberapa tajam keterpurukan (atau diskon) nilai aset bank saat krisis,” ujar Fauzi kepada KONTAN, Minggu (28/5).
Adanya premi restrukturisasi perbankan ini didasarkan pada adanya potensi risiko krisis perbankan yang kemungkinan terjadi ke depan. Konsep premi ini bertujuan agar perbankan ikut berkontribusi untuk menutup biaya krisis.
Beberapa bankir mempunyai beberapa masukan terkait besaran premi dan bagaimana implementasinya nanti. Kiryanto, Sekretaris Perusahaan BNI setuju bahwa besaran premi didasarkan pada aset perbankan.
Perhitungan premi terhadap aset bank menurut Kiryanto lebih mencerminkan keadilan bagi bank peserta LPS. Namun terkait berapa detail besaran presentasenya nanti LPS diharapkan bisa melakukan sosialisasi jika aturan sudah final.
Kartika Wirjoatmodjo Direktur Utama Bank Mandiri memperkirakan, nanti besaran premi ini seikitar 1% dari total PDB dan ditarik dengan jangka waktu 20 tahun.
“Saat ini risiko sistemik di perbankan masih belum terlalu besar, apalagi saat ini rasio permodalan perbankan masih cukup kuat,” ujar Kartika atau yang akrab disapa Tiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News