Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Lalu, utang ke CIMB Niaga sebesar Rp 1,4 triliun dengan bunga 8,25%, jatuh tempo pada 12 April lalu. Perusahaan juga memiliki utang ke BNLI akan 27 Juni 2020 sebesar Rp 500 miliar dengan bunga 8,2%.
Tak hanya itu saja, utang obligasi dan sukuk yang masuk dalam kewajiban jangka pendek Timah mencapai Rp600 miliar.
Jumlah ini terdiri dari obligasi penerbitan tahun 2017 I Seri A sebesar Rp 480 miliar dengan tingkat bunga 8,5% dan sukuk ijarah penerbitan tahun 2017 I Seri A senilai Rp120 miliar. Keduanya akan jatuh tempo 28 September 2020.
Sepanjang tahun 2019, TINS membukukan pendapatan sebesar Rp 19,3 triliun. Sebenarnya jumlah tersebut naik 75,13% dari pendapatan tahun 2018 yang hanya Rp 11,02 triliun. Kenaikan pendapatan ini ditopang oleh penjualan logam timah yang melonjak dari Rp 9,74 triliun menjadi Rp 17,72 triliun pada tahun 2019.
Baca Juga: Timah (TINS) Merevisi Laporan Keuangan Tahun 2018, Ada Apa?
Selain itu, TINS juga mendapatkan pendapatan dari tin solder sebanyak Rp 381,71 miliar, tin chemical Rp 335,02 miliar, pendapatan dari aluminium Rp 316,23 miliar, dan pendapatan bisnis rumah sakit Rp 222,37 miliar, bisnis real estat Rp 210,84 miliar, penjualan nikel Rp 74,00 miliar, jasa galangan kapal Rp 36,44 miliar, dan lain-lain sebesar Rp 178 juta.
Hanya, kenaikan pendapatan perusahaan tersebut juga diiringi beban pendapatan usaha Timah yang melonjak 82,79% menjadi Rp 18,17 triliun dari beban pendapatan usaha 2018 Rp 9,94 triliun.
Di sisi lain, beban umum dan administrasi juga naik menjadi Rp 1,05 triliun pada 2019 dari tahun sebelumnya hanya Rp 829,35 miliar.
Ini pula yang membuat perusahaan pelat merah tersebut menanggung rugi bersih Rp 611,28 miliar, berbanding terbalik saat 2018 ketika TINS masih mengantongi laba bersih Rp 132,29 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News