Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Restrukturisasi kredit perbankan yang terdampak Covid-19 semakin menurun seiring pulihnya bisnis beberapa debitur yang sempat jatuh. Kendati begitu, outstanding restrukturisasi tersebut masih cukup besar.
Sementara relaksasi restrukturisasi Covid-19 yang diberikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya berlaku hingga Maret 2023. Jika relaksasi itu tidak diperpanjang maka kemungkinan besar rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) perbankan akan melonjak mengingat restrukturisasi Covid-19 yang masuk kategori berisiko tinggi dan risiko menengah juga tinggi.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatatkan outstanding restrukturisasi Covid-19 secara konsolidasi sebesar Rp 62,9 triliun per Juni 2022. Angka tersebut sudah turun Rp 9,2 triliun dari akhir 2021.
Baca Juga: Ini Sektor Debitur Perbankan yang Masih Sulit Bangkit dari Dampak Covid-19
Namun dari jumlah itu, sekitar 3,5% sudah turun jadi NPL, 12,2% masuk dalam perhatian khusus, dan 84,1% masih dalam ketegori lancar.
David Pirzada Direktur Manajemen Risiko BNI mengungkapkan, debitur yang sulit bangkit masih berasal dari sektor hotel, akomodasi, dan pariwisata, terutama di Bali yang memang mengandalkan lalu lintas turis mancanegara.
"Kalau hanya dari peningkatan turis domestik saja, masih belum akan bisa mengangkat kondisi sektor pariwisata di Bali," kata David pada Kontan.co.id, Minggu (21/8).
Sementara sektor-sektor lainnya, kata David, sudah menunjukkan perbaikan walaupun terdapat tekanan karena kondisi ekonomi global.
BNI terus melakukan pemetaan terhadap debitur-debitur yang masih melakukan restrukturisasi Covid-19. Untuk mengantisipasi resiko kredit tersebut, David bilang, perseroan sudah melakukan pencadangan 20% terhadap seluruh portofolio restrukturisasi Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News