Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memutuskan memperpanjang restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga 31 Maret 2023. Perbankan menyambut baik keputusan regulator tersebut karena membantu debitur yang masih membutuhkan waktu agar bisa kembali bangkit sepenuhnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko karena adanya perkembangan varian delta Covid-19 dan pembatasan mobilitas.
"Sehingga perbankan membutuhkan waktu untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Sementara debitur butuh waktu untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru dalam keterangan resminya.
David Pirzada Direktur Manajemen Resiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengatakan, perpanjangan restrukturisasi ini sudah sesuai dengan harapan perbankan dan dunia usaha karena melihat kondisi pandemi yang masih berlangsung dan beberapa sektor usaha juga membutuhkan waktu untuk bangkit.
Baca Juga: Bank Sampoerna bagikan 30.000 paket sembako untuk masyarakat
Kendati diperpanjang, BNI akan terus melakukan pencadangan sesuai dengan profil resiko debitur perseroan sejak 2020 hingga tahun ini. Hingga Juni 2021, coverage ratio terhadap NPL perseroan mencapai 215,3%.
Pencadangan juga akan terus berlanjut pada tahun 2022 namun jumlah tidak akan sebesar dua tahun terakhir ini. "Level pencadangan yang akan kami lakukan sampai akhir tahun 2021 akan mencukupi sesuai dengan profil risiko portfolio kami," kata David pada KONTAN, Jumat (3/9).
Hingga Agustus 2021, restrukturisasi Covid-19 BNI telah turun 3% dari posisi Juni 2021 sebesar Rp 81,7 triliun.
Penurunan ini terjadi karena beberapa debitur perseroan sudah kembali normal dan sebagian ada yang turun menjadi restrukturisasi non Covid-19 dan downgrade menuju NPL. Adapun yang sudah turun ke NPL mencapai 1,8% per Juni.
Baca Juga: Perkuat literasi syariah, BSI gelar kuliah terbuka bersama Universitas Padjajaran
Sementara efek PPKM diperkirakan baru akan terlihat pada September dan Oktober. Menurut review perseroan, sektor yang akan terdampak dari kebijakan itu adalah sektor menengah kecil dan konsumer. Namun, BNI tetap optimis kualitas aset akan terjaga sesuai dengan target.
Senada dengan BNI, BTN juga tetap akan melakukan asesmen secara berkala terhadap debitur yang dilakukan restrukturisasi akibat pandemi Covid-19 sehingga pencadangan akan dibentuk sesuai dengan profil risikonya. Pencadangan yang sudah dibentuk bank ini per Juni 2021 mencapai 120,7%.
Hingga Agustus, restrukturisasi Covid-19 BTN mencapai Rp 52 triliun dengan jumlah debitur mencapai 313.000. Direktur Collection & Asset Management Bank BTN Elizabeth Novi mengatakan, angka tersebut sudah turun karena beberapa debitur telah memiliki kemampuan melakukan pembayaran kembali.
"BTN memproyeksikan debitur yang berada dalam kategori high risk dan diperkirakan akan menjadi NPL di tahun 2021 tidak lebih dari 3% dari debitur yang dilakukan restrukturisasi Covid-19. Sampai Agustus, proyeksi tersebut masih sama," kata Novi.
Bank Panin melihat perpanjangan restrukturisasi itu akan memberikan dampak yang positif bagi industri perbankan secara keseluruhan dan memberikan waktu bagi debitur bank untuk betul-betul bangkit.
Herwidayatmo Presiden Direktur Bank Panin mengungkapkan, jumlah baki debet restrukturisasi kredit perseroan terus menurun dari sebelumnya sekitar Rp 31 triliun menjadi Rp 28,5 triliun pada akhir Agustus. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 4% yang masuk dalam kategori resiko tinggi.
Selanjutnya: Ada aturan RPIM, bank punya opsi dukung UMKM lewat surat berharga pembiayaan inklusif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News