Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Penyusunan revisi Undang-Undang (UU) perbankan tengah berlangsung. Komisi XI DPR RI, penggagas UU menargetkan, proses pembahasan selesai pada tahun ini, sehingga UU baru bisa diberlakukan sebelum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beroperasi penuh. Bank Indonesia (BI), selaku regulator perbankan, sudah memberikan beberapa masukan.
BI menilai, UU perbankan yang berlaku saat ini belum menjelaskan aturan mengenai tujuan perbankan. Yang ada hanya penjelasan fungsi bank. Beberapa aturan lama juga sudah tidak sesuai dengan perkembangan industri.
Sejauh ini, BI mengusulkan tiga poin aturan. Pertama, BI ingin ada definisi yang tegas mengenai tujuan usaha bank. Sehingga, bank yang beroperasi di Indonesia memiliki manfaat bagi perekonomian dan mengutamakan kepentingan nasabah. "Tujuan ini hendaknya masuk di batang tubuh UU perbankan," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat BI, Difi Ahmad Johansyah, Kamis (15/3).
Usulan ini tak lepas dari praktik beberapa bank yang kurang berperan dalam menggerakkan ekonomi. Mereka lebih sibuk berspekulasi di bisnis jual beli valas dan surat berharga, ketimbang menyalurkan kredit. Sah-sah saja bank bermain di sana, tapi jangan melupakan fungsi intermediasi.
Kedua, adanya definisi yang jelas antara lembaga pengawas bank (OJK) dengan BI. Ketiga, redefinisi mengenai sanksi-sanksi terkait aspek kehati-hatian (prudensial) dalam kelangsungan usaha bank. Termasuk didalamnya definisi yang jelas mengenai bank gagal. "UU juga perlu menegaskan bahwa bank harus efisien dan memiliki tata kelola yang baik," terangnya.
Bahas isu kontroversial
BI akan mematangkan pokok-pokok pemikiran ini sebelum menyampaikannya ke DPR. Mungkin ada beberapa tambahan usulan lain. "Langkah ini juga antisipasi hadirnya OJK," kata Difi.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis menuturkan, revisi UU perbankan masuk dalam program legislasi nasional (proglegnas) tahun 2012. Saat ini Komisi XI tengah membahas rancangan revisi tersebut.
Harry menjelaskan, selain memperjelas hubungan antara BI dan OJK, revisi UU ini juga akan membahas isu-isu kontroversial di industri perbankan yang muncul selama beberapa tahun terakhir. Misalnya struktur kepemilikan bank. Usulan yang berkembang sejauh ini, satu investor hanya diizinkan memiliki satu bank. Isu lainnya, persentase kepemilikan saham mayoritas.
Banyak kalangan, termasuk BI mengusulkan, agar kepemilikan saham mayoritas bank dibatasi. Tetapi usulan itu tidak terlaksana karena terbentur Peraturan Pemerintah Nomor 29/1999. Beleid ini menyebutkan investor asing berhak memiliki saham bank hingga 99%. "Nanti dari PP tersebut pindah ke UU perbankan, namun ini masih rancangan," ucapnya.
Tak hanya itu, DPR juga akan merancang aturan mengenai proses izin operasi bank dan produk perbankan. Jadi, bank tidak lagi leluasa berekspansi. Nanti ada beberapa wilayah yang tidak boleh dimasuki bank-bank tertentu.
Lalu, soal lembaga keuangan yang menjalankan fungsi seperti perbankan (shadow banking), juga akan masuk dalam revisi. Selain itu, definisi bank umum dan bank khusus. "Belakangan ini banyak wacana mengenai pembentukan bank khusus seperti bank infrastruktur dan bank pertanian," kata Harry.
Setelah rancangan revisi UU bank matang, Komisi XI akan membawanya ke Rapat Paripurna, pertengahan tahun 2012. "Setelah disetujui, revisi itu akan diserahkan kepada pemerintah," tambahnya n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News