Reporter: Barly Haliem | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
S&P Ratings juga menganalisis bahwa bila pandemi Covid-19 terus berlarut-larut dan memburuk, dapat menurunkan penilaian risiko ekonomi bagi sektor perbankan Indonesia. Itu artinya, pertumbuhan ekonomi yang secara signifikan akan lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan S&P sebelumnya. Kondisi ini akan menyebabkan kualitas aset dan kredit bermasalah (non-performing) lebih tinggi dari perkiraan.
Apalagi, jika depresiasi rupiah atas dolar AS terus terjadi dan berada pada level tinggi, akan melemahkan posisi eksternal dari korporasi-korporasi Tanah Air yang ujung-ujungnya akan berimbas ke bank.
Namun ada aura positif yang dilihat S&P atas perekonomian Indonesia. Faktornya adalah stimulus yang digelontorkan pemerintah dan bank sentral, Bank Indonesia, dalam menjaga fundamental ekonomi dan moneter tetap stabil.
"Kami percaya penurunan ini adalah peristiwa siklus dan pertumbuhan struktural Indonesia masih utuh. Laju ekspansi ekonomi harus kembali ke level 5% dalam jangka menengah. Kami mengharapkan pemulihan berbentuk (kurva) U yang datar dengan pertumbuhan 6,3% di tahun 2021," tulis S&P.
Paket stimulus pemerintah dan tindakan bank sentral seperti penurunan suku bunga, pengurangan dalam persyaratan cadangan, serta restrukturisasi kredit menjadi bantalan bagi debitur yang terkena dampak (Covid-19).
Selain itu, S&P juga mencatat, rasio modal Tier-1 rata-rata bank Indonesia sebesar 21,2% dan rasio kecukupan modal (CAR) 22,8% pada Januari 2020. Rasio permodalan tersebut juga termasuk yang tertinggi di kawasan Asia.
"Menurut pendapat kami, modal sektor perbankan dan buffer penyediaan telah tumbuh selama bertahun-tahun dan sekarang ada bantalan modal yang cukup besar. Rasio modal Tier-1 rata-rata bank sebesar 21,2% dan rasio kecukupan modal 22,8%, pada Januari 2020, termasuk yang tertinggi di kawasan ini," tandas S&P.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News