kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Risiko kredit terus meningkat, perbankan semakin waspada


Rabu, 24 Juni 2020 / 16:24 WIB
Risiko kredit terus meningkat, perbankan semakin waspada
ILUSTRASI. Petugas melayani nasabah Bank Central Asia (BCA) di Tangerang Selatan


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perbankan mengakui, dalam situasi pandemi seperti sekarang, peningkatan risiko kredit pasti terjadi. Tetapi, bukan hanya dari segi peningkatan non performing loan (NPL) saja, tren kenaikan loan at risk (LAR) atau yang juga disebut credit at risk juga salah satu hal yang harus diwaspadai bank.

Berunntung, sebagian besar perbankan di Tanah Air sudah lebih mantap dalam mengelola manajemen risiko. Ambil contoh misalnya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang mencatat LAR di bulan Maret 2020 mencatatkan LAR pada level 4,7%.

Posisi ini praktis sangat rendah kalau dibandingkan dengan posisi industri perbankan di bulan Maret 2020 sebesar 11,4%. 

Baca Juga: Perlambatan ekonomi membuat loan at risk perbankan terus menanjak

Direktur BCA Santoso Liem menjelaskan, pihaknya sudah sejak awal mencermati bahwa LAR perbankan yang melakukan restrukturisasi bakal mengalami kenaikan. Alhasil, BCA juga telah secara intensif memantau nasabah atau debitur maupun sektor kredit untuk memitigasi risiko.

"Sampai dengan pertengahan Mei 2020, perseroan telah melakukan restrukturisasi terhadap 72.000 debitur atau 10% dari total debitur BCA saat ini," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/6).

Tetapi bukan bank besar saja yang harus waspada, bank kecil juga harus ekstra hati-hati dalam menjaga risiko kredit. Sebab, dibandingkan dengan bank besar lain di BUKU IV, bank kecil punya kapasitas permodalan dan likuiditas yang lebih mini.

Direktur Utama PT Bank Ina Perdana Tbk Daniel Budirahayu mengatakan pihaknya sudah sangat waspada. Lantaran sampai saat ini permasalahan dan perlambatan ekonomi akibat Covid-19 masih belum berakhir. "Untuk itu kami perlu mengambil langkah-langkah monitoring secara intensif kinerja keuangan debitur kami dan menambah CKPN atau pencadangan," ujarnya.

Paling tidak, bank yang sebagian besar sahamnya sudah dimiliki Salim Group ini bilang perseroan harus lebih antisipasi terhadap industri yang paling terkena dampak Covid-19. Sebab, sektor-sektor ini membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk kembali normal, yang berarti perseroan membutuhkan pencadangan yang lebih jumbo.

Hingga Mei 2020 posisi coverage ratio (CKPN terhadap NPL) perseroan sudah sebesar 130,21%. NPL gross Bank Ina Perdana juga terjaga rendah di 2,08% dan NPL nett 1,21%. Namun, posisi LAR memang terbilang tinggi yakni menyentuh level 30%.

Walau tidak merinci besaran LAR, Sekretaris Perusahaan PT BPD Sumatera Utara (Bank Sumut) Syahdan Siregar juga bilang sejatinya saat ini program restrukturisasi yang dilakukan perseroan baru diberikan kepada 40% debitur terdampak yang mengajukan permohonan.

Baca Juga: Ada pandemi corona, LPS prediksi kredit perbankan cuma tumbuh 3,3% pada tahun ini

Bukan hanya restrukturisasi dan relaksasi saja yang diberikan ke debitur terdampak, perseroan juga membantu memberikan pelatihan dan atensi ke seluruh debitur untuk peningkatan usaha. 

"Sehingga nanti diharapkan mampu memenuhi kewajibannya dan bisa menekan NPL," katanya. 

Memakai strategi ini, Bank Sumut percaya diri target NPL akan lebih rendah dari posisi akhir 2019 sebesar 4,2%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×