Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pelemahan nilai tukar mata rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) rupanya tak mampu membendung minat bank menyalurkan kredit impor. Di sepanjang tahun ini, bank tetap getol mengucurkan dananya ke segmen kredit bermata uang valuta asing (valas).
Lihat saja data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sampai April 2018, nilai kredit impor perbankan telah mencapai Rp 59,92 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 51,54 triliun.
Data SPI OJK berbanding lurus dengan penyaluran kredit impor yang dicatat sejumlah bank. Contohnya PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Menurut Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA, bisnis memerlukan barang modal dan bahan baku, yang sebagian besar dipasok dari impor. Sebut saja kebutuhan barang untuk infrastruktur yang sebagian masih impor.
Nah, pada kuartal I-2018, portofolio kredit impor bank yang terafiliasi dengan Grup Djarum ini sebesar Rp 4 triliun. Catatan kredit impor itu meningkat sebesar 63% secara tahunan alias year on year (yoy).
Sebagian besar dari kredit impor BCA itu disalurkan pada debitur yang bergerak di bisnis bahan bangunan, besi konstruksi, serta bahan kimia dan plastik. “Sebagian besar kredit impor BCA berasal dari sektor industri tersebut,” kata Jan.
Selain BCA, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga mencatat kenaikan kredit impor. Menurut Mohammad Irfan, Direktur Manajemen Risiko BRI, kredit impor perusahaan tumbuh sekitar 3%-4% dibandingkan Desember 2017. Sayang, Irfan enggan membeberkan nilai kredit impor yang disalurkan BRI.
Dia hanya bilang, kredit impor yang disalurkan bisa dalam bentuk kredit investasi untuk tambahan biaya permodalan seperti pembelian mesin. Kredit impor juga diberikan dalam bentuk modal kerja, misalnya pembelian bahan baku industri.
Berbeda dengan BCA, lanjut Irfan, kredit impor yang disalurkan BRI justru lebih banyak mengalir ke sektor industri manufaktur, seperti gula, tekstil, dan farmasi.Dampak suku bunga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News