Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) atau kerap dikenal Omnibus Law bakal mengatur pengelolaan dana Jaminan Hari Tua yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan memecahnya menjadi dua akun.
RUU tersebut menyebutkan iuran peserta JHT akan ditempatkan dalam akun utama dan akun tambahan. Dana di akun utama dibayarkan secara sekaligus atau berkala pada saat setelah peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
Sementara itu, dana di akun tambahan digunakan ketika peserta memiliki kepentingan mendesak. Sehingga, peserta dapat mengambil sebagian atau seluruh manfaat JHT di akun tambahan tersebut.
Baca Juga: Wapres Minta Pekerja Rentan Dapat Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Tampaknya, ketentuan ini ditawarkan sebagai solusi atas rama-ramai di awal tahun ketika ada wacana bahwa program JHT hanya bisa dicairkan ketika peserta memasuki usia pensiun yaitu 56 tahun.
Direktur Pengembangan Investasi BP Jamsostek Edwin Ridwan mengatakan, pendekatan dua akun ini bisa mengakomodasi dua kebutuhan, dimana ada bagian yang dikembalikan menjadi jangka panjang sesuai khittah program JHT dan ada bagian yang dapat mengakomodasi kebutuhan pragmatis peserta untuk dicairkan dalam jangka pendek.
Tak hanya itu, Edwin bilang bahwa pembagian dua akun ini juga mempermudah strategi investasi yang dilakukan. Misalnya, untuk akun utama yang sifatnya jangka panjang, memungkinkan pengambilan risiko yang lebih besar yang pada gilirannya akan menghasilkan ekspektasi imbal hasil yang lebih tinggi.
“Kalau seperti sekarang itu kan klaim bisa diambil sewaktu-waktu dan investasi kita jadi lebih challenging karena harus memperkirakan, jadi investasinya tidak bisa jangka panjang,” ujarnya.
Sebagai informasi, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan klaim program Jaminan Hari Tua (JHT) terhadap 2,5 juta peserta per September 2022 dengan nilai sekitar Rp 26 triliun. Adapun, ada kenaikan sekitar 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Untuk dana kelolaannya, per September 2022, BPJS Ketenagakerjaan mencatat dana program JHT senilai Rp 400,96 triliun. Naik dari periode sama tahun lalu yang senilai Rp 358,47 triliun.
Sementara itu, BPJS Ketenagakerjaan pernah menyebut tingkat pengembangan JHT non Syariah untuk peserta yang melakukan klaim periode September hingga Oktober adalah sebesar 4,61% sedangkan untuk JHT syariah sebesar 6,49%.
Meskipun demikian, Edwin menegaskan pengelolaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan bukan semata optimalisasi imbal hasil. Prioritas pertama adalah memastikan bahwa dana peserta tersedia pada saat dicairkan dan dalam jumlah yang cukup.
Baca Juga: BPJS Ketenagakerjaan Telah Bayarkan Klaim JHT kepada 2,5 Juta Peserta
Selain dua akun ini, ia bahkan mengusulkan adanya akun ketiga yang sifatnya sukarela. Dimana, peserta bisa melakukan top up untuk dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan dan dapat menentukan sendiri profil risiko yang mereka inginkan.
Hal ini mengingat bahwa imbal hasil investasi BPJS Ketenagakerjaan bersifat bebas pajak dan cukup kompetitif bila dibandingkan dengan imbal hasil investasi sejenis dengan tingkat risiko yang sama.
“Banyak orang yang sudah usia 56, mereka tidak mau ngambil dan tetap mau disitu karena lihat returnnya lumayan,” ujarnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyambut baik aturan yang ada di RUU P2SK tersebut karena memastikan seluruh pekerja memiliki tabungan dan mengembalikan filosofi hadirnya program JHT bagi pekerja.
“Tidak lagi PHK lalu mencairkan seluruh dana JHT nya,” ujarnya.
Menurutnya, komposisi yang tepat dari dana yang ditempatkan di akun utama maupun akun tambaham antara lain adalah 70% untuk akun utama dan 30% untuk akun tambahan.
“Ketentuan di RUU P2SK ini akan membalance kebutuhan tabungan di masa pensiun dan kebutuhan di masa kerja,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News