Reporter: Ahmad Febrian, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham bank digital berguguran. Mayoritas harga sahamnya terkoreksi pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (8/10). Salah satu bank digital yang menjadi sorotan adalah Bank Jago.
Sepanjang Oktober ini, saham bank berkode saham ARTO ini melemah 14,26%. Setelah ditutup di level Rp 12.925 per saham pada Jumat (8/10) lalu.
Bank dengan arsitek duet investor Jerry Ng dan Patrick Walujo ini memang menjadi sorotan. Lantaran harga sahamnya melambung dan banyak digadang-gadang pelaku pasar.
Tapi sebenarnya bagaimana prospek bisnis Bank Jago sendiri? Tidak hanya Bank Jago, Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy sudah beberapa kali mengimbau agar investor berhati-hati menyikapi saham-saham bank kecil yang harganya sudah jauh lebih tinggi dari harga buku.
Menurutnya, saham bank dengan price to book value (PBV) sudah terlalu tinggi diperkirakan akan cenderung turun. "PBV yang wajar untuk bank kecil hanya 1 kali -1,5 kali," kata Budi, Rabu (6/10). Saat ini hanya Bank Capital BACA dan Bank Artagraha Intenational Tbk (INPC) yang tercatat masuk dalam kisaran wajar tersebut dengan PBV masing-masing 1,4x dan 0,6x,
Lalu ada Bank Bumi Artha (BNBA) dan Bank Ganesha (BGTG )memiliki PBV masing-masing 1,9x. Bank-bank kecil lain yang “jualan” platform bank digital sudah sangat tinggi. PBV Bank Harda (BBHI) 119 kali, Bank Jago (ARTO) 22,9 kali, saham Bank Aladin Syariah (BANK) 31,7x, Bank Bisnis Internasional (BBSI) 16,6x dan Bank Neo Commerce (BBYB) 9,02 kali.
CEO dan Founder Emtrade, Ellen May, menilai koreksi saham bank-bank digital karena terjadi rotasi sektoral di tengah kenaikan harga batubara. "Big fund atau duit yang ada di market baik itu dari investor besar maupun ritel arahnya buat investasi di saham batubara. Jadi wajar saham bank digital koreksi. Apalagi naiknya sudah banyak juga," kata Ellen pada Kontan.co.id , Jumat (8/10).
Bagaimana prospek bank digital secara umum dan Bank Jago ke depan?
Budi Frensidy, menilai saham-saham bank digital tidak menarik dan kemahalan dengan PBV yang sudah sangat tinggi. "Bisa juga dilihat dari PER dan pertumbuhan laba. Keduanya berindikasi yang sama," ujarny
Terkait Bank Jago, mulai muncul pertanyaan konsep kerjasama dengan Gojek. Dalam laporan keuangan semester I 2021 lalu, Bank Jago membukukan kerugian bersih hampir Rp 47 miliar.
Manajemen Bank Arto beralasan, kerugian itu karena besarnya biaya operasional. Lantara mengalokasikan untuk investasi teknologi informasi (TI) dan rekrutmen pegawai.
Betul, dua hal itu tampak dalam laporan keuangan Bank Jago. Biaya TI melonjak 10 kali lipat dari Rp 3,25 miliar di semester I 2020 menjadi Rp 34,35 milair di semester I 2021. Beban gaji juga naik di periode sama. Dari Rp 40,35 miliar menjadi hampir 63 miliar.
Tapi sejatinya yang naik paling tinggi adalah biaya promosi. Jika di semester I 2020 cuma Rp 89 juta. Di semester I 2021 meroket hampir 300 kali lipat ke angka Rp 26,39 miliar.
Mungkin saja benar, biaya besar lantaran Bank Jago baru berdandan jadi bank digital. Tapi model bisnis bank ini sendiri menjadi pertanyaan. Dari sisi aplikasi tak jauh berbeda dengan yang lain.
Di sisi lain, pada keterbukaan informasi 13 September lalu, Bank Jago mengakui kerja sama dengan Gojek tidak bersifat eksklusif. Padahal selama ini Bank Jago selalu menggadang-gadang menggandeng Gojek. Grup GoTo tetap terbuka.
Grup GoTo walau memiliki Bank Jago melalui Gojek, tetap menjadi ekosistem terbuka. GoTo Financial sudah bekerjasama dengan 20 lembaga keuangan. Bahkan Bank Jago tidak masuk dalam skema financial service GoTo Financial. Saat penggabungan Gojek dan Tokopedia, tampak GoTo Financial terdiri dari GoPay, Paylater (menggandeng fintech Findaya di GoPay), Gostore, Moka, Gosure, GoInvestasi, Seily, Midtrans dan Gobiz Plus.
Sementara bank-bank besar juga memiliki bank digital. Seperti Bank Central Asia (BCA) dengan BCA Digital atau Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan Bank Agro yang akan berganti nama menjadi Bank Raya. Kedua bank besar ini sudah memikliki ekosistem yang matang.
Siapa yang tak mengenal BCA? Bank ini juga terafiliasi dengan e-commerce, Blibli. Sementara BRI merupakan jagoan di sektor UMKM. Bahkan akan semakin eksis di segmen mikro setelah menjadi holding ultra mikro.
Dari sisi digital banking, bukan cuma Bank Jago, semua bank juga mengusung teknologi yang hampir sama. Terbaru Bank Mandiri melakukan upgrade aplikasi Livin by Mandiri. Salah satunya buka rekening tak perlu lagi melalui proses video call dengan pihak bank.
Sama seperti BCA dan BRI, Bank Mandiri memiliki ekosisitem yang sudah teruji. Sepeti sektor multifinance, syariah, asuransi, sekuritas dan tentu saja basis nasabah yang besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News