Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan perbankan masih berat. Pasalnya, sebagian besar debitur yang ikut dalam program restrukturisasi Covid-19 masih membutuhkan perpanjangan relaksasi agar bisa kembali pulih. Padahal, relaksasi restrukturisasi yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu sudah berjalan setahun.
Di sisi lain, masih ada debitur-debitur baru yang tengah berjuang melakukan penyelesaian utang saat ini. Dari sektor tekstil, ada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang tengah berupaya mencari kesepakatan dengan bank untuk melakukan restrukturisasi kredit sindikasi senilai US$ 350 juta. Perusahaan ini minta perpanjangan tenor dua tahun untuk kredit yang akan jatuh tempo pada 2022 itu.
Sebagian dari kredit yang sudah direstrukturisasi itu sudah menunjukkan tanda-tanda tidak akan bangkit. Oleh karenanya, perbankan akan segera memasukkan debitur yang sudah tak punya tanda-tanda kehidupan itu ke dalam Non Performing Loan (NPL).
Baca Juga: Laba bersih Bank Capital (BACA) melonjak di 2020, ini penopangnya
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya memperkirakan sekitar 5% dari outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 berpotensi turun ke NPL. "Ini masih sesuai dengan proyeksi kita di awal tahun," kata David Pirzada Direktur Managemen Resiko BNI pada KONTAN, Selasa (20/4).
David tidak merinci outstanding restrukturisasi kredit hingga akhir Maret 2020. Hanya saja, sekitar 90% dari kredit itu masih akan mendapatkan perpanjangan relaksasi. Adapun yang sudah turun ke NPL sepanjang kuartal I mencapai 2%.
Meski debitur restrukturisasi sudah ada yang jadi NPL, namun kualitas aset BNI di kuartal I tahun ini menurut David mengalami perbaikan dari akhir Desember 2020. Hal itu disebabkan oleh pertumbuhan kredit dan penurunan volume dari NPL eksisting.
Outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di bank ini semakin mengalami penurunan. Sebagian besar penurunan terjadi karena sudah bisnisnya sudah kembali normal dan masuk kolektabilitas 1. Sebagian lagi karena dimasukkan dalam kategori restrukturisasi non Covid-19 dan jadi kolektabilitas 2.
Sedangkan sektor yang masih membutuhkan perpanjangan restrukturisasi berasal dari sektor hotel, restoran dan akomodasi, lalu sektor manufaktur, dan sektor perdagangan.
Baca Juga: Sejumlah BPD berencana melantai di bursa, begini persiapannya
David mengatakan, BNI tidak memiliki eksposure kredit pada Sritex.Portofolio kredit BNI di sektor tekstil hanya sekitar 2% dari total kredit perseroan. Sebanyak 60% direstrukturisasi dimana 40% sudah direstrukturisasi sebelum Covid-19 dan 20% masuk dalam program restrukturisasi stimulus OJK.
Adapun BRI mencatat outstanding restrukturisasi Covid-19 Rp 190,6 triliun dengan jumlah debitur 2,65 juta per akhir Maret 2021. Dari sisi nilai kredit terjadi kenaikan dibanding akhir Desember 2020 sebesar Rp 186,6 triliun tetapi dari jumlah debitur mengalami penurunan.
Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, dalam tiga bulan pertama ini ada penurunan 170.000 debitur yang direstrukturisasi.
Sektor yang paling banyak membutuhkan perpanjang resrukturisasi di BRI berasal dari perdagangan besar dan eceran, penyediaan akomodasi, penyediaan makan dan minum, serta jasa kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan.
Sebelumnya Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto mengatakan, kredit restrukturisasi Covid-19 yang sudah turun ke NPL baru sekitar 2% per Februari 2021. Perseroan akan tetap memonitoring debitur terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi secara ketat sehingga sampai akhir tahun NPL akan terjaga di bawah 3%.
Baca Juga: QNB Indonesia layangkan permohonan PKPU atas Dirut Sritex dan Senang Kharisma Textile
Bank Mandiri tercatat memiliki outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 93 triliun per akhir Desember 2020. Direktur Manajemen Risiko Ahmad Siddik Badruddin sebelumnya mengatakan, jumlah kredit restrukturisasi itu yang berpotensi turun jadi NPL sekitar 8%. Ia belum bisa menjelaskan berapa perkembangan restrukturisasi kredit tersebut per akhir Maret 2021 setelah setahun berjalan.
Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah menilai sektor yang paling terdampak pandemi adalah pariwisata. Meski demikian, tidak berarti sektor ini tidak bisa bangkit dan bakal jadi NPL. "Saya melihat restrukturisasi mampu meningkatkan ketahanan dunia usaha, apalagi bila proses pemulihan ekonomi bisa terus berlanjut," katanya.
Menurutnya, bank dalam melakukan restrukturisasi kredit tidak melihat sektornya saja, tetapi kondisi usaha nasabah yang jadi fokus utama mereka. Perbankan akan melakukan restrukturisasi jika memang itu dipandang bisa membantu debiturnya untuk bisa bertahan dari krisis Covid-19.
Selanjutnya: Antisipasi kasus Jiwasraya terulang, OJK akan awasi bisnis IFG Life
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News