kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah bank menyebut relaksasi RIM tak akan berefek signifikan


Jumat, 22 Maret 2019 / 19:58 WIB
Sejumlah bank menyebut relaksasi RIM tak akan berefek signifikan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia akan merelaksasi rasio intermediasi makroprudensial (RIM) yang sebelumnya berada di level 80%-92%, menjadi 84%-94%. Secara umum, tujuan relaksasi agar bank mendapatkan ruang likuiditas lebih luas disambut baik, namun adapula bank yang menilai kebijakan tersebut tak banyak memengaruhi likuditas mereka.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) misalnya menilai relaksasi tersebut tak akan banyak mempengaruhi likuiditas perseroan. Pasalnya baik RIM, maupun Loan to Deposit Ratio (LDR) perseroan selalu berada di atas batas ketentuan.

“Langkah BI merelaksasi RIM baik karena membantu likuiditas perbankan secara nasional, namun untuk kasus BTN kebijakan tersebut sifatnya netral. LDR kami selalu di atas 100%, RIM kami pun selalu berada di atas 94%,” kata Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko kepada Kontan.co.id, Jumat (23/3).

Iman menjelaskan hal tersebut terjadi sebab, bisnis inti perseroan di bidang penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) butuh dana jangka panjang dari berbagai instrumen di luar dana pihak ketiga (DPK).

Sementara kalkulasi RIM hanya memperhitungkan instrumen berupa obligasi, padahal BTN punya banyak varian instrumen yang akan dirilis guna mencukupi memenuhi penyaluran kredit. Nah, lantaran tak dihitung dalam kalkulasi RIM maupun LDR, likuditas perseroan selalu terlihat ketat.

“Hanya obligasi yang masuk perhitungan RIM, sementara selain obligasi kami berencana menerbitkan KIK EBA sintetik, NCD, pinjaman bilateral, hingga global bonds mencapai Rp 12,5 triliun tahun Ini untuk mengantisipasi maturity risk mismatch,” paparnya.

Makanya meski direlaksasi, BTN pun tetap mematok pertumbuhan kredit di level 13%-15%. Sementara posisi RIM perseroan pada Februari 2019 masih berada di level 102,22%.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiatmadja pun senada, namun dalam konteks yang berbeda. Ia bilang likuiditas perseroan masih cukup longgar untuk memenuhi target tahun ini. “Soal RIM saya no comment, karena RIM kami masih berada di level 82%-83% sehingga untuk penyaluran kredit masih ada ruang cukup banyak,” katanya.

Jahja memberikan contoh bagaimana kinerja perseroan tahun lalu, meski hanya pasang target pertumbuhan kredit 10%, bank swasta terbesar di Indonesia bisa merealisasikan pertumbuhan hingga 15%. Sepanjang 2018 lalu dengan penyaluran kredit Rp 537,91 triliun, perseroan meraih pertumbuhan 15,03% (yoy) dibandingkan realisasi 2017 senilai Rp 467,61 triliun.

“Tahun ini pun dengan target pertumbuhan kredit 10%, jika di akhir tahun banyak permintaan bagus dari debitur, semoga pertumbuhannya bisa lebih dari 10%,” lanjutnya.

Sementara itu Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Anggoro Eko Cahyo bilang sejatinya relaksasi RIM perlu dilihat secara keseluruhan. Sebab kebijakan tersebut juga seiring dengan langkah bank sentral memberikan kelonnggaran likuiditas misalnya dengan repurchasing agreement (Repo) surat berharga negara (SBN), maupun lending facility dengan bunga tetap.

“Semangat Bank Indonesia merelaksasi RIM agar bank lebih agresif menyalurkan kredit tanpa harus pusing memikirkan kondisi likuiditas. Juga mendorong bank agar tak jor-joran menghimpun DPK dengan perang suku bunga setnggi-tingginya,” katanya.

Bank berlogo 46 ini juga tak menutup kemunginan akan mengubah target pertumbuhan kredit pada Semester 2/2019, meskipun hingga 30 Juni 2019 Anggoro memastikan tak akan ada target yang berubah. Sedangkan posisi RIM perseroan disebut Anggoro saat ini berada di level 90%.

Di lain sisi, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) justru optimistis. Hingga akhir tahun pertumbuhan kredit perseroan bisa tumbuh lebih besar daripada yang ditargetkan.

“Sebelumnya kami menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 12%-14%. Namun seiring optimisme dunia usaha dan banyaknya stimulus dari pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, termasuk relaksasi RIM. Tahun ini, pertumbuhan kredit kami bisa tumbuh di atas 14%,” kata Direktur Utama BRI Suprajarto.

Sedangkan Direktur Utama PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) Hariyono Tjahrijadi masih ambil sikap konservatif terkait relaksasi RIM yang dapat mendongkrak penyaluran kredit. Padahal, Hariyono bilang posisi RIM perseroan masih berada di level 85%-86%.

“Pelongaran RIM menurut kami agar bank bisa meningkatkan pemberian kredit sesuai target industri 12%. Sedangkan untuk kami, target pertumbuhan tahun ini hanya single digit saja,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×