Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempertimbangkan kemungkinan memperpanjang relaksasi aturan restrukturisasi kredit yang tertuang dalam POJK 11 tahun 2020. Aturan tersebut bisa diperpanjang paling lama satu tahun lagi.
Relaksasi restrukturisasi kredit tersebut akan berakhir pada Maret 2020. Dengan relaksasi tersebut, bank tidak perlu melakukan pencadangan karena kredit yang direstrukturisasi lewat beragam skema seperti penundaan cicilan pokok dan bunga, penurunan bunga, dan lain-lain langsung dikategorikan lancar.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, perpanjangan POJK 11 tersebut akan diputuskan setelah melihat perkembangan dari sektor usaha. Jika sektor usaha yang sudah melakukan restrukturisasi kredit belum bisa pulih sepenuhnya meski telah diberikan stimulus oleh pemerintah termasuk dengan penjaminan modal kerja maka relaksasi itu perlu diperpanjang sampai sektor usaha tersebut benar-benar pulih.
Baca Juga: Kabar gembira, OJK akan perpanjang relaksasi untuk industri non-bank
"Pemerintah sudah kasih aba-aba ekonomi akan bangkit. Saat ini bank lagi proses evaluasi untuk melihat mana yang bisa bangkit lagi dengan tambahan kredit modal kerja dan mana yang tidak. Setelah evaluasi itu nanti akan diputuskan untuk perpanjangan relaksasi tersebut," keta Wimboh dalam paparan virtual, Selasa (4/8).
Pemerintah saat ini sudah membuka aktivitas ekonomi secara bertahap. Hotel di Bali sudah dibuka.
Setelah melakukan restrukturisasi kredit, industri perhotelan ini bisa melakukan operasional lagi dengan dibantu kredit modal kerja dari perbankan yang akan dijamin oleh pemerintah sehingga okupansinya sampai akhir tahun akan meningkat.
Meski akan mengalami perbaikan, namun okupansi tersebut belum akan bisa benar-benar pulih sampai akhir tahun. Nah, inilah yang akan tersu dipantau OJK. Apakah pelaku usaha ini masih tetap belum pulih sampai masa berlaku relaksasi aturan tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Heru Kristiyana, Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK menambahkan, ada dua sisi yang akan dilihat OJK dalam memutuskan memperpanjang atau tidak relaksasi restrukturisasi kredit tersebut.
Pertama dari sisi banknya. OJK akan melihat apakah cash flow bank masih terganggu atau tidak. Pasalnya, dalam proses restrukturisasi tersebut bank melakukan beragam skema mulai dari perpanjangan tenor, penundaan pembayaran cicilan poko dan bunga, dan lain-lain. Itu akan membuat potensi pendapatan bank akan tertunda selama masa relaksasi tersebut.
Baca Juga: Level terendah terjadi di Juni, pertumbuhan kredit perbankan mulai bangkit pada Juli
Kedua dari sisi nasabah. Setelah melakukan restrukturisasi kredit dan diberi tambahan modal kerja, akan dilakukan evaluasi apakah nasabah itu sudah bisa pulih atau masih butuh waktu lagi.
Relaksasi aturan yang berjalan setahun tersebut akan percuma jika aturannya berakhir namun nasabah belum betul-betul pulih.
Hingga 20 Juli 2020, OJK mencatat restrukturisasi kredit yang dilakukan perbankan mencapai 784,36 triliun dengan jumlah debitur 6,73 juta nasabah. Rinciannya, Rp 330,27 triliun dari segmen UMKM dengan total debitur 5,38 juta dan non-UMKM Rp 454,09 triliun dengan 1,34 juta nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News