Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perbankan berupaya untuk memitigasi risiko likuiditas dari nasabah dana pihak ketiga (DPK) di segmen wholesale jika terjadi penarikan dana besar-besaran seperti yang belum lama ini terjadi pada PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), dimana PP Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya dari BSI ke bank lain.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, menilai, penarikan dana secara tiba-tiba oleh nasabah dengan nilai simpanan yang besar merupakan sebuah pukulan telak bagi bank. Ini karena perbankan tidak serta-merta memiliki dana dalam jumlah besar yang senantiasa siap sedia diambil sewaktu-waktu.
"Uangnya sudah mengalir menjadi kredit. Jadi jika ada nasabah yang begitu besar menarik dananya pasti akan menekan likuiditas bank. Walaupun kondisi likuiditas BSI masih cukup, tentu akan memberikan tekanan baru, dari yang sebelumnya longgar menjadi tidak longgar,” ungkap Piter kepada kontan.co.id.
Baca Juga: Kinerja Tumbuh Positif, Bank Syariah Indonesia (BRIS) Bukukan Laba Rp 1,71 Triliun
Menurut Piter, tekanan terhadap likuiditas tersebut bisa menimbulkan masalah baru bagi BSI. Oleh karena itu, BSI perlu mencari jalan tengah mengingat PP Muhammadiyah merupakan organisasi Muslim dengan sistem pengelolaan keuangan terbesar dengan berbagai lini usahanya dan terpusat.
Adapun PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menyampaikan, dalam menjaga sustainability likuiditas dan menurunkan risiko konsentrasi kepada nasabah-nasabah besar DPK di segmen wholesale, BTN saat ini sedang fokus untuk mengembangkan segmen retail dan midsize atau medium.
"BTN juga berusaha jaga risiko konsentrasi likuiditas tidak lebih dari 25% dari total DPK," kata Jasmin, Direktur Distribution and Institutional Funding BTN
Asal tahu saja, DPK BTN per kuartal I-2024 tumbuh 11,9% menjadi Rp357,7 triliun, dibandingkan periode sebelumnya sebesar Rp 319,6 triliun.
Jasmin mengatakan, secara keseluruhan per Maret 2024 DPK di segmen wholesale tumbuh sekitar 12% dan retail tumbuh sekitar 8%. Sejalan dengan strategi BTN untuk fokus ke CASA guna menurunkan COF. Porsi DPK Wholesale/lembaga BTN sekitar 80% dan DPK retail sekitar 20%.
Baca Juga: Bank Mandiri Pastikan Likuiditas Tetap Terjaga di Tengah Fluktuasi Nilai Tukar
Sementara, Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), Lani Darmawan mengatakan, DPK yang berasal dari wholesale hanya sekitar 34% dari total DPK. Sisanya mayoritas dari ritel dan UKM.
Sehingga kata Lani, dari sisi risiko lebih bisa di kelola baik karena faktor resiko run off lebih kecil.
"CIMB juga menargetkan pertumbuhan positif dari seluruh bisnis tetapi lebih banyak ke ritel dan UKM untuk likuiditas yang lebih stabil," ujarnya.
Per Maret 2024 DPK CIMB Niaga mencapai Rp 248,0 triliun meningkat menjadi 3,3% yoy, menunjukkan rasio current account and savings account (CASA) yang baik sebesar 64,6%.