Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pentingnya lender atau pendana memahami risiko investasi di perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending menjadi sorotan. Hal tersebut diungkap dalam sidang lanjutan gugatan wanprestasi terhadap Tanifund.
Mantan Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi yang dihadirkan sebagai ahli dalam sidang tersebut mengungkapkan bahwa perusahaan fintech P2P lending tak bisa langsung dianggap wanprestasi ketika peminjam mengalami gagal bayar.
Dia menegaskan bahwa sejatinya perusahaan fintech P2P lending hanyalah sebagai fasilitator. Perusahaan fintech mempertemukan pemberi dana dengan peminjam yang membutuhkan dana.
Menurut Hendrikus, semua manfaat ekonomi sekaligus risiko yang ada pun ditanggung oleh lender sebagai pemberi dana. Artinya, tak ada yang boleh menjamin bahwa lender pasti mendapatkan manfaat ekonomi.
Baca Juga: Hanya 98 Pinjol Legal Resmi Terdaftar OJK Agustus 2024, Jauhi Nama Pinjol Ilegal Ini
"Hanya boleh perkiraan dan itu pun di bawahnya dikatakan ada potensi Anda kehilangan," ujar Hendrikus dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (13/8).
Sebagai gambaran, Hendrikus mencontohkan investor pasar modal berinvestasi di bursa maka harus tunduk dengan aturan yang mengaturnya. Saat investor untung maka mendapatkan return atau imbal hasil, begitu juga sebaliknya saat harga saham turun maka bisa rugi.
"Kan tidak boleh ada gugatan wanprestasi, risiko biasa dalam proses investasi," ujar dia.
Di sisi lain, ia menyadari bahwa dalam bisnis fintech P2P lending, lender diberikan pilihan asuransi. Namun, hal tersebut tak bisa diwajibkan ke seluruh lender.
Baca Juga: OJK Tunjuk 4 Orang Calon Tim Likuidasi TaniFund
Jika diwajibkan, Hendrikus melihat ada potensi terjadi moral hazard. Di mana, bisa menimbulkan persekongkolan antara perusahaan fintech P2P lending dan perusahaan asuransi.
Selain itu, Hendrikus menegaskan bahwa penyelenggara fintech P2P lending tidak diperbolehkan menerima langsung aliran dana dari lender. Dana tersebut harus dikelola melalui virtual account atau rekening dana lender yang sepenuhnya di bawah kendali lender.
Jika ditemukan bahwa penyelenggara fintech menyentuh dana tersebut, Hendrikus bilang OJK berhak mencabut izin operasional mereka.
Kesaksian Hendrikus ini menekankan pentingnya pemahaman yang jelas tentang peran dan tanggung jawab fintech P2P lending dalam ekosistem keuangan digital. Edukasi yang lebih luas dan lebih mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memahami risiko dan tanggung jawab masing-masing dalam transaksi fintech P2P lending.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News