kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.172   20,00   0,12%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Dalam perjalanan Bank Permata, ada skandal cessie Bank Bali


Kamis, 12 Desember 2019 / 21:13 WIB
Dalam perjalanan Bank Permata, ada skandal cessie Bank Bali
ILUSTRASI. Rudy Ramli, mantan Direktur Utama Bank Bali, menjelaskan dugaan terjadinya kerugian negara atas pengambilalihan Bank Bali oleh Standard Chartered Bank kepada wartawan, Rabu (19/6) di kantornya.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Bank Permata tentu tidak bisa lepas dari Bank Bali. Sebab, Bank Permata yang bakal menjadi milik Bangkok Bank merupakan hasil penggabungan Bank Bali dan empat bank lainnya pada 2002 lalu.

Nah, salah satu drama paling getir dalam gelombang krisis moneter 1997-1998 adalah skandal cessie Bank Bali. Skandal ini menyangkut sejumlah nama besar, mulai Gubernur Bank Indonesia (BI), pejabat negara, tokoh Partai Golkar.

Bahkan, menyerempet nama Presiden RI ketiga, BJ Habibie. Dalam kasus cessie Bank Bali, Rudy Ramli, Direktur Utama Bank Bali yang juga anak kandung Djaja Ramli, pendiri Bank Bali, menjadi pesakitan dan duduk sebagai terdakwa.

Baca Juga: Terjawab, Bangkok Bank akhirnya mencaplok Bank Permata

Proses hukum Bank Bali sungguh berliku, dan sebenarnya belum benar-benar tuntas hingga saat ini. Sementara nama Bank Bali sudah lama mati sejak melebur dengan empat bank lainnya menjadi Bank Permata pada 2002 lalu.    

Skandal cessie Bank Bali bermula saat Direktur Utama Bank Bali kala itu Rudy Ramli kesulitan menagih piutangnya yang tertanam di brankas Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional (BUM), dan Bank Tiara pada 1997.

Total piutang Bank Bali di tiga bank itu mencapai Rp 3 triliun. Hingga ketiga bank tersebu masuk perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tagihan tersebut tak kunjung cair.

Baca Juga: Bangkok Bank bakal gelontorkan Rp 37,43 triliun untuk akuisisi Bank Permata (BNLI)

Di tengah keputusasaannya, akhirnya Rudy Ramli menjalin kerjasama dengan PT Era Giat Prima (EGP). Djoko Tjandra duduk selaku direktur EGP dan Setya Novanto yang saat itu Bendahara Partai Golkar menjabat direktur utamanya.

Januari 1999, antara Rudy Ramli dan EGP menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih. Dalam kerjasama ini, EGP bakal menerima fee yang besarnya setengah dari duit yang bisa mereka tagih.



Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×