Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di industri asuransi jiwa dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan menyesuaikan (matching) jangka waktu polis yang diambil oleh nasabah dengan jangka waktu investasi yang diambil oleh perusahaan.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon menyampaikan bahwa cara investasi perusahaan asuransi jiwa tidak selalu sama dengan cara berinvestasi perusahaan lain.
Budi mencontohkan, apabila satu perusahaan asuransi jiwa memiliki uang Rp 100 miliar yang harus diinvestasikan, kemudian dihadapkan oleh dua instrumen investasi deposito dengan bunga 8% dan obligasi 7%. Menurutnya, perusahaan akan mengambil yang bunganya lebih besar.
“Maka kita harus lihat Rp 100 miliar ini datang dari polis-polis dengan jangka waktu berapa lama, kalau datang dari jangka waktu 15 tahun perusahaan asuransi harus mencarikan aset investasi yang jangka waktunya 15 tahun,” ujarnya di acara BNI Investor Daily Summit 2023, di Jakarta, Rabu (25/10).
Baca Juga: Malacca Trust Wuwungan Insurance Catatkan Laba Rp 12,26 Miliar per September 2023
Budi mengungkapkan bahwa, apabila polis-polis datang dari jangka waktu yang sama dengan obligasi, hal pertama yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah menyamakan jangka waktunya ketimbang mengejar yeild yang besar.
Selain itu, Budi menuturkan, dari aset investasi industri jiwa per Semester I 2023 yang mencapai sekitar Rp 538 triliun, sebesar Rp 200 triliun diinvestasikan dalam bentuk obligasi maupun sukuk, baik milik pemerintah maupun swasta.
“Kemudian kalau digabung antara reksadana dan saham lebih dari Rp 300 triliun diinvestasikan, reksadananya ada yang fixed income ada yang equity,” tuturnya.
Budi menjelaskan bahwa investasi yang dilakukan industri asuransi jiwa adalah investasi jangka panjang, dan industri tidak aktif di pasar bursa.
“Ketika market kita sedang down maka pendapatan investasi perusahaan asuransi jiwa down dengan persentase yang sama, misal market turun 13%, kami drop sekitar 11%-14%,” jelasnya.
Budi menambahkan bahwa industri asuransi jiwa tidak setangkas itu untuk berinvestasi, namun bukan berarti industri tidak bisa berinvestasi tetapi karena prinsip asuransi memang tidak aktif di trading market.
“Jadi kami long term investor sehingga sebetulnya bagus untuk segala sesuatu yang sifatnya pembangunan jangka panjang seperti infrastruktur,” tandasnya.
Baca Juga: Asuransi Jiwa Indosurya Ubah Nama Jadi Asuransi Jiwa Prolife Indonesia
Berdasarkan data AAJI, total investasi industri asuransi jiwa di semester I 2023 mencapai Rp 538,77 triliun atau sebesar 87,6% dari total aset industri asuransi jiwa.
Adapun penempatan investasi asuransi jiwa di semester I 2023 terdiri dari instrumen saham sebesar Rp 158,18 triliun, di reksadana Rp 95,07 triliun, sukuk korporasi sebesar Rp 43,93 triliun, SBN Rp 157,16 triliun dan deposito Rp 38,94 triliun.
Direktur Utama PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life), Harjanto Tanuwidjaja menyampaikan bahwa pihaknya diawasi untuk melakukan investasi, sebab belajar dari kasus Jiwasraya yang bermasalah akibat investasi.
“Kami diawasi juga oleh holding company yaitu IFG, itu juga betul-betul dijaga agar tidak keluar dari koridor,” katanya di lokasi yang sama.
Harjanto menyampaikan, sejauh ini IFG Life melihat market investasi memang naik turun, meski begitu dengan arahan-arahan yang telah diberikan IFG Life turut menerapkan liabillity driven investment (LDI).
“Jadi kita harus investasi yang matching kepada tugas kita, di mana pada saat jatuh tempo klaim kita bisa bayar. Jadi liability driven ini penting sekali untuk menjaga kepercayaan itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Harjanto bilang, porsi investasi IFG Life masih banyak pada Surat Berharga Negara (SBN), sebab menurutnya itu adalah instrumen yang paling aman.
“Saat ini kami masih banyak di SBN, karena bisa dipahami itu yang paling aman. Tapi ke saham ada juga,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, tercatat bahwa total aset investasi IFG Life sebesar Rp 26,8 triliun per Juni 2023, turun tipis sekitar 0,5% secara bulanan. Adapun aset investasi IFG Life berupa saham sekitar 3%, sedangkan aset investasi berupa obligasi sekitar 80%.
Sementara itu, Direktur Utama PT Asuransi Simas Jiwa, Dewi Listyaningtyas mengatakan bahwa pihaknya memiliki komite investasi yang terdiri dari bagian investasi dan aktuaris.
“Sehingga itu memungkinkan asset liabillity management (ALM) itu matching sebagai durasinya (jangka waktu investasi) bahwa kalau beli obligasi sesuai dengan produknya (asuransi). Kita sudah buat kebijakan investasi sesuai dengan ALM,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News