Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan kredit pada 2018 sebesar 10%-12% secara tahunan atau year on year (yoy). Proyeksi ini lebih tinggi dari realisasi 2017 sebesar 8%-9% yoy.
Filianingsih Hendarta Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI optimistis mencapai target pertumbuhan kredit pada tahun ini.
"Kami optimistis target kredit 2018 bisa tercapai karena NPL sudah turun baik gross maupun net," kata Fili dalam rapat dewan gubernur BI, Kamis (18/1).
Sebagai gambaran, NPL bank November 2017 sebesar 2,85% atau membaik dari periode Oktober 2017 2,96%.
Selain NPL sudah turun, BI melihat upaya bank dan korporasi untuk memperbaiki kinerjanya sudah mulai terlihat hasilnya. Target 2018 ini juga didorong oleh kondisi politik pada 2018 ini.
Dalam memastikan kondisi likuiditas bisa cukup untuk mencapai target kredit 2018 ini, BI melakukan beberapa pelonggaran. Pelonggaran ini terkait dengan peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) averaging baik di bank umum dan syariah.
Selain itu, BI juga melakukan pelonggaran rasio likuiditas menjadi FFR (financing to funding ratio). Perubahan ini menurut versi BI dinamakan rasio intermediasi makroprudensial (RIM).
Dengan perubahan perhitungan rasio likuiditas, maka obligasi perusahaan yang dibeli bank bisa masuk ke penghitungan pembiayaan perbankan.
Selain pelonggaran likuiditas dengan RIM, BI juga berencana menambah likuiditas dari penerapan GWM averaging baik rupiah maupun dollar AS.
"Regulator akan mempercepat pemberlakuan relaksasi GWM averaging dan RIM," kata Dody Budi Waluyo, Asisten Gubernur merangkap Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI dalam paparan RDG.
Dengan adanya pelonggaran kebijakan GWM averaging ini diharapkan akan ada tambahan likuiditas sebesar Rp 20 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News