kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tak bisa optimalkan kredit, bank memarkir dana di surat berharga negara (SBN)


Jumat, 18 Desember 2020 / 06:15 WIB
Tak bisa optimalkan kredit, bank memarkir dana di surat berharga negara (SBN)


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

"Peningkatan pada surat berharga merupakan optimalisasi idle fund yang belum disalurkan ke kredit," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (17/12). Pun, walau sudah memarkir sebagian likuiditasnya ke surat berharga, Daniel mengatakan arus pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) tetap masih jumbo. 

Catatan Bank Ina menunjukkan per November 2020 total DPK sudah meningkat sebesar 34% secara ytd. Tapi di sisi lain, penyaluran kredit masih sangat tipis atau baru meningkat 3% ytd saja. 

Menurut Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, per 16 Desember 2020 kepemilikan bank pada SBN tercatat naik sekitar Rp 43,7 triliun dalam hitungan satu bulan. Realisasi itu bahkan melesat naik Rp 915,7 triliun secara ytd. 

Dia menjelaskan penempatan dana perbankan yang masih meningkat pada bulan Desember ini dipengaruhi oleh masih rendahnya permintaan kredit perbankan, terindikasi dari pertumbuhan kredit per November tercatat -1,39% yoy atau -3,01% ytd. Padahal, beberapa indikator seperti indeks keyakinan konsumen (IKK) atau PMI manufaktur dan laju impor cenderung meningkat cukup positif. 

Baca Juga: Erick Thohir: Dampak Covid-19 terhadap BUMN sangat berat

Menurut Josua, masih tingginya penempatan dana perbankan di tahun ini juga sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan BI yang selanjutnya mendorong penurunan yield SUN, setelah menyentuh level tertingginya pada bulan Maret yang lalu di tengah kepanikan pasar keuangan global yang memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan negara berkembang. 

"Tingginya penempatan dana perbankan di tahun ini juga in line dengan tren penurunan suku bunga acuan BI yang selanjutnya mendorong penurunan yield SUN, setelah menyentuh level tertingginya pada bulan Maret yang lalu di tengah kepanikan pasar keuangan global yang memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan negara berkembang," jelas Josua. 

Hal itu juga diperparah dengan kondisi penurunan penerimaan bunga di industri perbankan sebagai konsekuensi dari restrukturisasi kredit. "Selama permintaan kredit masih cenderung rendah, maka dengan imbal hasil SUN 10 tahun di kisaran 6% masih cenderung lebih baik dibandingkan tidak mengoptimalkan ekses likuiditas tersebut sama sekali," pungkasnya. 

Baca Juga: Kredit mulai menggeliat, LDR perbankan bakal berangsur naik lagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×