Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (JKN) oleh Badan Penyelenggan Jaminan sosial (BPJS) Kesehatan masih memunculkan catatan negatif. Utamanya terkait dengan peningkatan jumlah kepesertaan.
Plt Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Andi Zainal Abidin Dulung mengatakan, keberlangsungan program JKN selama 2,5 tahun berlajan masih tergantung pada pemerintah khususnya dalam mengatasi kondisi dana jaminan sosial kesehatan.
Hingga semester I mencapai 166.912.913 jiwa, atau 64,5% dari jumlah penduduk saat ini yang menjadi peserta JKN. Sinergi antara pemerintah daerah juga masih belum terintegrasi seluruhnya. Setidaknya masih ada dua provinsi yakni Bali dan Sumatera Selatan yang belum terintegrasi dengan BPJS Kesehatan.
Rasio peserta terhadap FKTP secara nasional sampai 30 Juni mencapai angka 1:8.734. Padahal idealnya perbandingan yang ideal 1:5.000. Pendapatan iuran hingga paruh pertama tahun ini tercatat Rp 32,87 triliun. Sementara pembayaran manfaat mencapai Rp 33,56 triliun.
Dengan jumlah tersebut, menunjukkan bila BPJS Kesehatan masih tekor dalam mengimplementasikan program JKN ini. "Rasio klaim biaya manfaat terhadap pendapatan iuran semester I tahun 2016 mencapai angka 102,09%," ujar Andi, Kamis (11/8).
BPJS Kesehatan juga masih memiliki piutang atau tunggakan iuran sebesar Rp 2 triliun. Dengan perhitungan yang dilakukan oleh DJSN, pada tahun 2019 mendatang jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan hanya mampu mencakup 82,4% dari jumlah penduduk.
Anggota DJSN TB. Rachmat Sentika menambahkan, dalam perjalanannya BPJS Kesehatan masih kurang variatif dalam peningkatan jumlah kepesertaan. "BJS Kesehatan harus kreatif dan inovatif mendorong kepesertaan diluar peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)," ujar Rachmat.
Selain koordinasi dengan pemerintah daerah, hal lain yang dapat dilakukan BPJS Kesehatan dalam mendorong jumlah kepesertaan ialah dari perusahaan BUMN. Padahal potensi pekerja BUMN yang dapat masuk ke program JKN ini mencapai 9 juta orang.
Tindakan tegas bagi peserta yang menunggak membayar JKN juga harus diterapkan secara serius. Aturan tentang pemberian sanksi bagi peserta yang telat melakukan pembayaran diapresiasi oleh DJSN. Dengan adanya tindakan tersebut, ketertiban dalam membayar iuran menjadi lebih baik.
Juru bicara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Irfan Humaidi mengatakan, pengenaan sanksi sudah berlaku dan dilakukan secara tersistem. Meski belum dapat megatakan jumlah peserta yang menunggak, namun Irfan bilang sektor yang akan banyak terkena adalah pekerja bukan penerima upah (PBPU).
Walau demikian, jumlahnya tidak terlalu signifikan lantaran selama ini kepesertaan BPJS Kesehatan mayoritas di dominasi oleh peserta PBI. "Porsi PBPU dalam kepesertaan BPJS Kesehatan hanya 10%," kata Irfan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News