Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Regulator perbankan seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak merevisi proyeksi pertumbuhan kredit di semester II nanti. Pasalnya, langkah pertumbuhan kredit masih lambat karena tersandung keterbatasan permintaan kredit, sisa risiko kredit bermasalah, dan harga komoditas belum pulih total.
BI masih meramalkan pertumbuhan kredit akan berkisar 10%-12% di semester II-2017. Asumsi tersebut berasal dari perhitungan realisasi pertumbuhan kredit sekitar 9,8% pada bulan Mei dan pertumbuhan kredit sebesar 9,4% di bulan April. “Kredit baru akan menginjak angka pertumbuhan 10% di bulan Juni,” kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto, Senin (29/5).
Erwin bilang, perbaikan tipis harga komoditas yang menyebabkan kenaikan penyaluran kredit valuta asing (valas) belum menjadi obat kuat bagi pertumbuhan kredit perbankan. Karena perbankan masih selektif memberikan kedit ke sektor komoditas untuk memitigasi risiko kredit bermasalah.
Selanjutnya, ruang untuk penyaluran kredit secara umum hingga 10%-12% masih lebar karena dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan kredit. Saat ini, DPK tumbuh 10% dengan rata-rata rasio kredit dengan pendanaan atau loan to funding ratio perbankan pada level 90%.
Sependapat, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menyampaikan, pihaknya telah memprediksi pertumbuhan kredit belum tembus dua digit (double digit) di semester I. Dus, permintaan kredit akan datang ke perbankan mulai awal semester II.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan lebih cerah setelah ada kenaikan peringkat Indonesia oleh S&P. Momen ini dapat memacu permintaan kredit perbankan. OJK memiliki proyeksi pertumbuhan kredit lebih tinggi yaitu sebesar 12%-14% di tahun ini.
Sedikit berbeda, Direktur Group Risiko Perbankan dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan, pihaknya akan merevisi proyeksi pertumbuhan kredit menjadi 10%-11% di semester II dari prediksi pertumbuhan kredit sebesar 9%-10% di semester I.
Segmen kredit konsumsi seperti kredit pemilikan rumah diikuti dengan kredit investasi dari sektor infrastruktur masih menjadi penopang pertumbuhan kredit di semester II. Sedangkan kredit modal kerja pada sektor usaha kecil dan menengah (UKM) masih akan lambat karena sejumlah bank mencatat risiko kredit bermasalah yang tinggi.
“Perbankan akan mencatat pertumbuhan kredit masih di batas bawah dua digit,” terangnya. Perlambatan kredit tersebut juga karena penghimpunan DPK akan terbatas di kuartal III nanti karena efek perolehan dana dari program pengampunan pajak atau tax amnesty akan pudar di semester II.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News