Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Ia melanjutkan, kerugian akan langsung ditanggung oleh lender, namun lender telah sejak dari awal memilih hendak memberikan pinjaman kepada borrower. Sejak awal pun, Hendrikus bilang di setiap layanan P2P lending sudah dinyatakan bahwa investasi P2P lending mengandung risiko.
“Lender kan sudah tau kalau P2P lending berisiko, maka secara otomatis, lender melakukan assessment. Bila dilihat lebih jauh, ke depan P2P lending akan bantu stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sebab tidak bisa di-rush atau bank run, karena uang tidak bisa ditarik langsung ditarik, ada jeda penarikan dana tergantung tenor pinjaman,” papar Hendrikus.
Baca Juga: Kantongi izin OJK, Kredit Pintar ingin ciptakan ekosistem fintech yang sehat
Terkait perlunya batasan TWP, Hendrikus menyatakan model bisnis P2P lending ditentukan oleh lender dan borrower. Lender bebas memilih mau menaruh uang untuk segmen maupun penerima pinjaman. Lender juga bebas memilih bunga yang hendak diinginkan, nah bunga ini akan seiiring dengan risiko yang akan diterima.
“Inilah proses pinjam meminjam yang sangat demokratis. Anda bebas menentukan bunga, peminjam, dan tujuan penggunaan pinjaman,” tutur Hendrikus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News