Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis peer to peer (P2P) lending semakin menanjak, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman industri ini mencapai Rp Rp 54,71 triliun per Agustus 2019. Nilai ini tumbuh 141,4% year to date (YTD) dari posisi Desember 2018 senilai Rp 22,66 triliun.
Kendati demikian, tingkat wanprestasi keberhasilan pengembalian pinjaman (TWP) P2P lending menanjak. Pada delapan bulan pertama 2019, TWP di level 3,06%. Nilai ini meningkat dibandingkan Juni 2019 di posisi 1,75% maupun Desember 2018 di level 1,45%.
Baca Juga: Tingkatkan transaksi, fintech payment rajin kolaborasi
Artinya sebanyak 3,06% pinjaman yang disalurkan tidak kembali setelah 90 hari masa pinjaman berlangsung. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyatakan hal ini tidak membahayakan dan cukup logis.
“Kita perhatikan, bila jumlah peminjaman dan peminjam (borrower) terus meningkat, masa iya TWP nya menurun. Ada borrower baru, sedangkan (pemberi pinjaman) lender mau menyalurkan pinjaman, lalu TWP naik, ya itu logis," ujar Hendrikus di Jakarta pada Kamis (10/10).
"Kalau mereka, OJK atur TWP harus rendah, maka pemain P2P lending tidak kerja, kalau mau ekspansi maka harus berasi ambil risiko,” ujar dia.
Memang berdasarkan data OJK, jumlah penerima pinjaman (borrower) terus meningkat mencapai 10,64 juta rekening per Agustus 2019. Nilai ini tumbuh 190,39% secara year to date (ytd) di Desember 2018 sebanyak 4,35 juta rekening.
Baca Juga: Kantongi izin dari OJK, ini yang bakal dilakukan Modalku
Ia melanjutkan, kerugian akan langsung ditanggung oleh lender, namun lender telah sejak dari awal memilih hendak memberikan pinjaman kepada borrower. Sejak awal pun, Hendrikus bilang di setiap layanan P2P lending sudah dinyatakan bahwa investasi P2P lending mengandung risiko.
“Lender kan sudah tau kalau P2P lending berisiko, maka secara otomatis, lender melakukan assessment. Bila dilihat lebih jauh, ke depan P2P lending akan bantu stabilitas sistem keuangan Indonesia. Sebab tidak bisa di-rush atau bank run, karena uang tidak bisa ditarik langsung ditarik, ada jeda penarikan dana tergantung tenor pinjaman,” papar Hendrikus.
Baca Juga: Kantongi izin OJK, Kredit Pintar ingin ciptakan ekosistem fintech yang sehat
Terkait perlunya batasan TWP, Hendrikus menyatakan model bisnis P2P lending ditentukan oleh lender dan borrower. Lender bebas memilih mau menaruh uang untuk segmen maupun penerima pinjaman. Lender juga bebas memilih bunga yang hendak diinginkan, nah bunga ini akan seiiring dengan risiko yang akan diterima.
“Inilah proses pinjam meminjam yang sangat demokratis. Anda bebas menentukan bunga, peminjam, dan tujuan penggunaan pinjaman,” tutur Hendrikus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News